Ibarat pepatah, lepas dari mulut harimau lalu masuk ke mulut buaya. Begitu kira-kira nasib para pengungsi warga etnis minoritas Rohingya saat ini. Melarikan diri dari ancaman dan diskriminasi sektarian di tanah asal, Myanmar, tak lantas membuat mereka selamat. Bahkan, saat menyeberang ke negeri orang, mereka masih harus bertaruh nyawa.
Sejak 2012 terdapat sekitar 100.000 orang Rohingya yang terpaksa melarikan diri dari Myanmar, yang tak mengakui mereka sebagai warga negara.
Selama ini dua negara tetangga terdekat, yang terbilang jauh lebih makmur secara ekonomi, Thailand dan Malaysia, kerap menjadi pilihan tujuan pelarian warga Rohingya. Namun, memiliki status sebagai pelarian ilegal ke dua negeri ini seolah menempatkan diri mereka sendiri di ujung tanduk.
Tidak sedikit dari mereka terperangkap jebakan pelaku dan sindikat perdagangan manusia. Para penjahat terorganisasi itu tak segan-segan menyakiti, bahkan membunuh, para korban demi mendapatkan uang tebusan.
Nasib mengenaskan baru-baru ini terjadi terhadap Abdul Kassim, warga Rohingya pencari suaka di Malaysia. Abdul ditemukan tewas pada 12 Januari dalam kondisi mengenaskan, penuh luka dan memar.
Sehari sebelumnya, Abdul diambil paksa dari tempat tinggalnya di Negara Bagian Penang. Abdul dikenal sebagai informan polisi sekaligus juga sebagai aktivis pejuang hak-hak dan keselamatan warga Rohingya.
Pada hari yang sama dengan penemuan jenazah Abdul, polisi menahan tersangka pelaku pembunuhan berusia 40 tahun. Saat polisi menggerebek rumah pelaku di Negara Bagian Kedah, mereka juga menyelamatkan 17 orang Rohingya yang disekap.
Bersama pelaku pembunuh Abdul, polisi juga menangkap delapan pelaku perdagangan manusia berkebangsaan Malaysia, Myanmar, dan Banglades.
Kematian Abdul semakin menguak kisah sedih sekaligus mengerikan tentang bagaimana para pelaku perdagangan manusia terhadap warga Rohingya menjalankan ”praktik” mereka.
Mereka tak segan bertindak kejam demi menjamin keberlangsungan bisnis haram tersebut. Kondisi itu semakin diperparah dengan ketidakpedulian negara setempat akan nasib para pengungsi Rohingya tersebut.
Dalam investigasi stasiun televisi BBC, yang diwartakan Kompas, beberapa waktu lalu terungkap, banyak oknum aparat keamanan, baik kepolisian maupun militer, ikut terlibat.
Dalam peliputan itu diketahui, para aparat keamanan asal Thailand ikut andil terlibat menyelundupkan para warga pengungsi Rohingya dari kawasan perbatasan Thailand Selatan untuk masuk ke Malaysia.
Sementara dalam konteks Malaysia, aparat kepolisian kerap terkesan menutup mata dan enggan bersikap serius terhadap pengaduan terkait warga Rohingya.!break!