Kisah Pilu Pengungsi Rohingya

By , Jumat, 30 Januari 2015 | 18:00 WIB

Kerabat ketakutanPara kerabat dan kenalan warga Rohingya yang menjadi korban ketakutan melaporkan atau mencari tahu jika ada kenalan mereka hilang dan diduga diculik atau dibunuh pelaku perdagangan manusia. ”Jika kami mencoba mencari tahu tentang mereka (pelaku perdagangan manusia), mereka tak segan- segan menarget siapa saja yang memberi informasi,” ujarnya.

Beberapa kisah mengerikan dialami dua orang bersaudara warga Rohingya, Harun (35) dan Sayed (30) Noor, yang tewas setelah diculik dan dianiaya pada tahun 2013 dan 2014.

Menurut sang paman, Mohammad Salim (50), Harun awal 2013 diculik di salah satu toko di Penang untuk tebusan senilai 7.000 ringgit Malaysia atau setara Rp 24 juta.

Setelah uang tebusan dibayar dan dibebaskan, Harun mengadukan penculikan dirinya kepada polisi setempat lalu bersembunyi.

Pihak penculik membalas dengan kembali menculik kerabat Harun, Sayed, dan meminta Harun menyerahkan diri beserta uang 50.000 ringgit Malaysia.

Beberapa bulan kemudian, jasad Sayed ditemukan dengan banyak tanda bekas penyiksaan. Awal 2014 para penculik berhasil mendapatkan Harun dan juga membunuhnya.

”Saya menerima telepon bernomor Thailand dari penculik yang mengatakan mereka yang membunuh keponakan saya itu,” ujar sang paman sedih.

Para penculik memang tak segan membunuh korbannya jika pihak keluarga tak mampu membayar uang tebusan. Hal sama terjadi pada Sadek Akbar (17), pengungsi Rohingya.

”Kami tak sanggup membayar tebusan. Mereka memukulinya hingga tewas dan membuang jenazahnya di tepi jalan,” ujar Altaf Hussain (48), paman Sadek yang sudah lebih dahulu tinggal di Malaysia.

Komisi Tinggi Urusan Pengungsi Perserikatan Bangsa- Bangsa (UNHCR) di Malaysia menolak mengomentari persoalan itu. Juru bicara perwakilan UNHCR di Malaysia, Yante Ismail, hanya mengakui menerima sejumlah laporan ada penyiksaan, intimidasi, dan eksploitasi terhadap pengungsi Rohingya.