Mengapa Batu Akik Tiba-tiba Jadi Primadona?

By , Minggu, 8 Februari 2015 | 18:00 WIB

Belakangan batu akik tiba-tiba jadi primadona. Harga jual dari pertambangan rakyat melonjak 500 persen. Di sentra penjualan batu akik terbesar se-Asia Tenggara, Pasar Rawa Bening, Jakarta Timur, pedagang meraup untung hingga 400 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Suara desing mesin gerinda terdengar sepanjang hari di sudut Kota Aceh. Suara itu berasal dari ratusan batu alam yang sedang dipotong atau diasah di rumah-rumah warga.

Demikian gambaran ledakan batu akik di "Negeri Serambi Mekkah". Penggemar batu akik seperti idocrase dan giok terus tumbuh. Hampir di semua pusat pertokoan, pasar tradisional, dan modern ada tempat pengasahan dan penjualan batu alam.

Geriap batu akik juga terdengar di Kota Martapura, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Di sini akik bahkan sempat mendunia karena penemuan intan di Pendulangan Cempaka, Sungai Tiung, Desa Pumpung, Cempaka, pada 1965. Meski menghasilkan akik sejak 1960-an, batu-batu mulia baru digandrungi sekitar dua tahun terakhir.

Sebelumnya, batu akik dari pendulangan tradisional Cempaka tidak mampu mengimbangi kebesaran intan trisakti yang tersohor hingga ke luar negeri. Banyak jenis batu alam dari pendulangan intan tradisional, antara lain kecubung, fosil, amparan, badar besi, pirit, kelulut, dan merah borneo.

Oleh para perajin, bongkahan batu dibelah-belah dan digosok dengan cara tradisional sehingga menghasilkan batu-batu yang indah dengan beragam corak. "Petambang mendapatkan bongkahan batu itu paling tidak di kedalaman 20 meter," kata Muhammad Aini (45), perajin perhiasan dan batu permata di Desa Pumpung, Cempaka, Kota Banjarbaru.

Selain batu aceh dan batu martapura, jenis batu akik yang sedang naik daun adalah batu bacan dari Pulau Bacan, Maluku Utara. Konon, bacan menjadi primadona karena dipakai oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Amerika Serikat Barack Obama.

Batu bacan terdiri dari dua jenis, yakni bacan doko dan bacan palamea. Bacan doko umumnya berwarna hijau tua dan bacan palamea berwarna kebiruan. Nama doko dan palamea merupakan nama desa di Pulau Bacan tempat diambilnya batu-batu itu.

!break!

Harga melambung

Harga jual batu akik sangat bergantung pada warna, tingkat kejernihan, ukuran, dan kekerasan batu. Batu bacan dengan berat 5 gram dijual Rp 3 juta-Rp 5 juta per butir. Fadly Sabban, warga Ambon, bahkan bisa menjual batu bacan seberat 20 gram dengan harga Rp 30 juta-Rp 50 juta per butir. Batu bacan kini menjadi batu termahal yang dilirik oleh pasar Taiwan hingga Jepang.

Ketua Gabungan Pecinta Batu Alam (GaPBA) Aceh Nasrul Sufi mendata jumlah penggemar batu akik terus meningkat. Pada 2011, penggemar batu akik hanya sekitar 30 orang dan kini 50.000 orang. Harga batu aceh pun melonjak drastis dibandingkan tahun lalu.

Pengusaha batu akik, Muhammad Syukur (33), menuturkan, setahun lalu harga bahan mentah idocrase kualitas super dari petambangnya berkisar Rp 400.000 per kilogram. Kini harganya bisa Rp 100 juta-an per kg. GaPBA Aceh mencatat, pebisnis batu akik melonjak hingga 15.000 orang di seluruh Aceh.

Fenomena batu akik terjadi ketika warga menemukan bahan mentah batu alam jenis idocrase di Betung, Kabupaten Nagan Raya, pada 2013. Idocrase kemudian menang dalam Indonesian Gemstones Competition and Exhibition 2013 dan 2014 di Jakarta.