Satu dari 25 Spesies Satwa Prioritas Konservasi: Banteng Jawa

By , Kamis, 12 Februari 2015 | 15:00 WIB

Satwa liar banteng jawa (Bos javanicus) menjadi salah satu satwa prioritas perhatian pemerintah, untuk ditingkatkan populasinya hingga 10 persen.

Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bambang Dahono Adji mengatakan, upaya meningkatkan populasi satwa harus dilakukan bersama-sama dengan masyarakat yang sadar akan pentingnya konservasi satwa untuk manusia.

"Target dari pemerintah sekarang, bahwa ada 25 spesies yang diprioritaskan untuk ditingkatkan jumlahnya, salah satunya banteng jawa," kata Bambang Dahono Adji, ditemui di sela-sela acara Gerakan Penghijauan bersama Gunma Safari Park, Jepang, di Taman Safari Indonesia II Prigen, Pasuruan, Jawa Timur, Sabtu (7/2).

Program konservasi banteng jawa di Taman Nasional Baluran, diharapkan dapat menyelamatkan populasi banteng jawa yang jumlahnya mengalami penurunan. Pengembangbiakan satwa dengan metode semi alami yang dilakukan di Taman Nasional Baluran, Situbondo, Jawa Timur ini, merupakan upaya strategis penyelamatan satwa serta peningkatan populasi satwa di alam.

Banteng jawa sendiri merupakan ikon atau maskot Taman Nasional (TN) Baluran yang populasinya mengalami fluktuasi akibat kondisi habitat serta pengaruh dari luar habitat.

Breeding satwa khususnya banteng jawa di Taman Nasional Baluran merupakan salah satu cara yang bisa dilakukan, untuk meningkatkan populasi satwa yang sedang mengalami penurunan populasi,” ujar Bambang Dahono.

Tempat pengembangbiakan semi alami di dalam lembaga konservasi telah dipersiapkan oleh pemerintah, dengan luas lahan sekitar 8.000 meter persegi termasuk menyiapkan satwa yang akan di tingkatkan populasinya.

“Model konservasi semi alami seperti ini tidak lain adalah untuk mencari anakan atau generasi penerus yang sehat dan baik, yang nantinya tentu saja akan dilepaskan ke alam liar kembali,” tandas Bambang.

Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional (KSPTN) Wilayah I Bekol Balai Taman Nasional Baluran, Supriyanto mengungkapkan, keberadaan kandang semi alami untuk pengembangbiakan satwa liar di Taman Nasional Baluran, diharapkan mampu menarik satwa liar yang berada di luar kandang sehingga dapat diperoleh anakan hasil pembuahan oleh pejantan liar.

“Harapan kami kalau misalnya betina lagi birahi, yang jantan bisa mendekat untuk mengawini, sampai kita dapatkan jantan untuk indukan. Tapi sampai 2 kali birahi, belum ada yang masuk sehingga kami menggunakan pejantan dari Taman Safari,” kata Supriyanto.

Saat ini penyediaan pejantan dilakukan dari bekerjasama dengan Taman Safari Indonesia II Prigen, Pasuruan, yang mendatangkan dua jantan dengan betina dari TN Baluran.

“Pada tahun 2015 ditarget ada 2 kelahiran dari 2 induk, juga di tahun 2016, sehingga kebutuhan fresh blood bisa terpenuhi,” ucap Supriyanto.

Meski demikian Supriyanto mengharapkan terjadi penambahan populasi banteng jawa di TN Baluran, melalui metode alami yang diyakini akan menghasilkan garis keturunan yang lebih kuat dan unggul secara kualitas.

“Kalau hasil perkawinan secara alami di alam pastinya lebih baik, dan secara fisik akan lebih kuat dan tahan terhadap penyakit,” lanjutnya.

Doni, banteng jawa yang ada di kandang penangkaran semi-alami di Taman Nasional Baluran, Situbondo, Jawa Timur. (Yunaidi/National Geographic Indonesia)

Dari data yang dimiliki Balai TN Baluran mengenai populasi hasil sensus sejak 1941 hingga 2012, populasi banteng jawa di TN Baluran mengalami penurunan sejak tahun 2000 hingga kini.

Pada periode waktu tahun 1992-2000, populasi banteng jawa yang terlihat di area TN Baluran mencapai 200 hingga 300 ekor. Jumlah itu terus mengalami penurunan hingga mencapai belasan untuk banteng jawa yang terlihat pada 2006, serta pada tahun 2007 hingga 2012 berkisar 20 hingga 30-an ekor yang terlihat.

Pada sensus 2013 diperoleh keterangan bahwa penyebaran banteng jawa di TN Baluran, diasumsikan tidak merata di semua kawasan. Berdasarkan frekuensi perjumpaan banteng, yang menjadi habitat banteng seluas 12.521,47 hektare (47,92 persen luas total area Baluran), dengan ukuran populasi sekitar 32 sampai 38 ekor.

Supriyanto mengatakan, validitas data, pengetahuan tentang populasi, serta interaksi pupulasi dengan habitatnya merupakan hal yang diperlukan untuk pengelolaan populasi banteng secara efektif.

Penurunan jumlah populasi banteng jawa di TN Baluran kata Supriyanto, dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya predator, ketersediaan air dan pakan, penyakit, perburuan liar, hingga keberadaan akasia.