Sudah banyak kisah ditulis tentang perjuangan seorang ibu untuk menghidupi anak-anaknya. Namun, kisah perjuangan hidup Sisa Abu Daooh, seorang perempuan asal Mesir ini, mungkin terbilang luar biasa.
Bagaimana tidak, Sisa, yang menjadi satu-satunya pencari nafkah bagi keluarganya, harus menyamar sebagai seorang pria selama 43 tahun agar bisa bekerja dan mendapatkan nafkah.
Perjuangan hidup Sisa (64) dimulai ketika suaminya meninggal dunia saat dia tengah mengandung. Sisa yang kala itu berusia 21 tahun ditinggalkan tanpa uang sepeser pun dan tanpa sumber penghasilan.
Kesulitan Sisa bertambah karena kebudayaan setempat tidak mengizinkan perempuan bekerja mencari nafkah. Dihadapkan pada situasi sulit seperti itu, Sisa akhirnya memutuskan untuk menyamar sebagai seorang pria.
Dia kemudian mengenakan pakaian pria, seperti pakaian semacam jubah dengan lengan lebar, serta mengenakan serban dan sepasang sepatu hitam.
"Untuk melindungi diri saya dari para pria karena terkait tradisi, saya memutuskan untuk menjadi seorang pria. Saya mengenakan pakaian pria, bekerja bersama para pria di tempat yang tak seorang pun mengenal saya," kata Sisa.
Dengan menyamar sebagai pria, Sisa kemudian bisa mendapat berbagai pekerjaan kasar yang memberinya nafkah.
"Saya bisa mendapatkan beberapa pekerjaan kasar seperti mengangkut batu dan semen. Di lain hari, saya membersihkan sepatu, dan bahkan saya mengemis di jalanan demi menghidupi diri saya dan putri saya," ujar Sisa.
Dari kerja kerasnya itu, Sisa ternyata mampu membesarkan putrinya hingga menikah. Namun, kehidupan keras Sisa belum berakhir. Menantunya jatuh sakit dan tak bisa bekerja. Alhasil, Sisa kembali harus bekerja untuk menghidupi putri dan beberapa cucunya.
"Ibu saya adalah satu-satunya orang yang mencari nafkah untuk keluarga kami. Dia bangun pagi-pagi sekali dan mulai menyemir sepatu di stasiun kereta api Luxor," ujar Houda, putri Sisa.
Meski menjalani hidup yang keras dan harus menyembunyikan identitasnya sebagai seorang perempuan, Sisa mengaku dirinya sangat bahagia.
"Saya bahagia. Saya bisa mengerjakan pekerjaan pria, dan semua orang menyukai pekerjaan saya. Saat para pria melihat saya, mereka melihat saya sebagai seorang pria," lanjut Sisa.
Lama-kelamaan, banyak orang yang mengetahui bahwa Sisa adalah seorang perempuan. Namun, setelah puluhan tahun menjadi pria, maka tak ada lagi orang yang mempermasalahkan jenis kelamin Sisa. Dia bahkan tetap bisa menjalani hidupnya sebagai seorang pria.
Akhirnya, perjuangan hidup Sisa terdengar sampai ke pemerintah kota Luxor. Tahun ini, pemerintah Luxor mendaulat Sisa sebagai ibu paling berbakti di Luxor.
Sisa bahkan bisa bertemu Presiden Mesir Abdel Fatah Al-Sisi pada Minggu (22/3) untuk menerima sertifikat penghargaan yang tak bisa dibacanya karena ia buta huruf.
Selain sertifikat, Pemerintah Mesir memberi Sisa sebuah kios dan bantuan modal sehingga bisa berjualan untuk menambah penghasilannya.