Tim Khusus untuk Tangani Perbudakan Benjina

By , Kamis, 9 April 2015 | 11:30 WIB

Sesuai data, jumlah ABK asing seluruhnya berjumlah 1.185 orang dan seluruhnya berkewarganegaraan Thailand. Namun, setelah tim Satgas KKP datang langsung ke Benjina, para ABK diketahui tidak hanya berasal dari Thailand saja dan bahkan ada juga dari Indonesia.

Fakta tersebut diperkuat dari keterangan Anggota Satgas IUU Fishing KKP, Harimuddin. Menurutnya, data yang ada di dokumen berbeda jauh dengan di lapangan. Meski masih belum menemukan data pasti, namun dipastikan jumlahnya menyusut dari jumlah di dokumen 1.185 orang.”Selain itu, di dokumen disebutkan itu semua berasal dari Thailand. Padahal, ada juga yang berasal dari Kamboja dan Myanmar,” ungkap dia.

Selain itu, tim juga mendapatkan fakta bahwa di Benjina ada 77 ABK yang meninggal dunia dan dimakamkan disana. Namun,  Harimuddin tidak berani memastikan apa penyebab kematian para ABK tersebut.”Penyebabnya beragam. Ada yang karena sakit, kecelakaan di laut dan ada juga yang ditemukan sudah meninggal,” jelas dia.

Aktivitas Berhenti Total

Saat ini, KKP memastikan bahwa aktivitas PT PBR sudah berhenti total dan tidak ada aktivitas pelayaran sama sekali setelah dugaan indikasi perbudakan dan praktek suap mengemuka. Namun, KKP akan terus memastikan kasus tersebut ditangani dengan tuntas melalui investigasi menyeluruh.

“Satgas sudah mulai melakukan penelusuran data dan mengkrosceknya supaya didapat validitasnya. Namun, setelah ditelusuri, praktek yang terjadi di Benjina diduga kuat meluas ke sektor lainnya. Tidak hanya perbudakan dan suap saja,” ujar Sekretaris Jenderal KKP Sjarief Widjaja di Kantor KKP pada kesempatan yang sama.

Pembentukan Tim Investigasi

Untuk mengusut kasus dugaan praktek perbudakan dalam usaha perikanan di Benjina, KKP membentuk tim khusus yang bertugas untuk menginvestigasi kasus tersebut. Menurut Inspektur Jenderal KKP Anda Fauzi Miraza, tim tersebut akan langsung diterjunkan ke Tual untuk mencari tahu fakta dan data terbaru lebih lengkap dan akurat.

“Paling lambat Rabu (08/04) sudah ada tim (yang berangkat) ke Tual untuk menginvestigasi. Hasilnya nanti akan dikonfirmasi dengan pihak ketiga untuk dicari validitas datanya,” papar Anda di Kantor KKP.

Anda mengatakan, karena kasus tersebut tidak hanya sebatas pada pelanggaran izin usaha perikanan saja, namun juga meluas pada praktek dugaan suap, kolusi dan perbudakan, maka pihaknya bekerja sama dengan pihak terkait untuk ikut menginvestigasi. KKP sudah mengirimkan surat ke Kepolisian RI, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Sosial dan Komnas HAM.

Terkait keterlibatan pegawai KKP yang diduga ikut menerima suap, Anda menegaskan pihaknya akan menindak tegas oknum tersebut. Namun, karena belum ada data dan fakta mutakhir, pihaknya belum memastikana apakah keterlibatan mereka akan dibawa ke jalur hukum pidana atau hanya terbatas di penegakan disiplin kepegawaian di lingkungan kerja KKP.

“Untuk pegawai yang menerima aliran dana, akan dicek lebih jauh lagi keterlibatannya seperti apa. Nantinya, kalau memang oknum tersebut sudah dihukum, maka dia terancam bisa kehilangan jabatan dan status PNS-nya,” tandas Anda.

Sebelumnya, Direktur PT PBR Hermanwir Martino mengungkapkan telah menyuap semua petugas pengawas di Benjina dengan nilai mencapai Rp37 juta. Uang tersebut digunakan untuk memuluskan izin berlayar bagi perusahaan.