Heroisme si Pitung yang Melegenda, Layaknya Robin Hood dari Betawi

By Galih Pranata, Selasa, 9 November 2021 | 08:00 WIB
Stadspoort, Batavia. Foto sekitar 1900-1910. (KITLV)

Ia mengisahkan tentang akan banyaknya kesamaan kisah dalam legenda si Pitung dengan Robin Hood. Tulisannya tertuang dalam jurnalnya berjudul Kajian Bandingan: Legenda Robin Hood dan Legenda si Pitung, yang publish pada tahun 2016.

"Sikapnya merupakan bentuk dari pemberontakan Robin Hood terhadap para penindas yang digambarkan dalam keadaan yang terjadi kala itu, ketika penindasan menjadi suatu perilaku yang kerap dijumpai di lingkungan sekitarnya," tambahnya.

Rupanya kisah sejenis ternyata juga terjadi di Indonesia, khususnya dalam memori kolektif rakyat Betawi, tentang legenda Si Pitung. Ada beberapa kesamaan yang terdapat dalam legenda Robin Hood dan legenda Si Pitung. 

"Legenda Robin Hood dan legenda Si Pitung diantaranya memiliki modus pemberontakan yang sama, yakni ia gunakan untuk membantu kaum miskin yang tertindas," imbuhnya.

Baca Juga: Peran Besar Tokoh Betawi MH Thamrin bagi Sejarah Sepakbola Indonesia

 

Sanggar Si Pitung turut melestarikan budaya Betawi, seperti gambang kromong dan silat Betawi. (Rachmat Sadeli)

"Layaknya Robin Hood, legenda si Pitung menceritakan sosok pahlawan Betawi yang berusaha menolong rakyat sekitarnya dengan cara mengambil harta kaum penindas dan membagikannya kepada rakyat yang tertindas dan membutuhkan," lanjut Yanti.

"Berlatar belakang kondisi masyarakat Betawi, di pinggiran Ibukota Batavia pada masa kolonial (Belanda), legenda ini menjadi kisah kepahlawan yang paling heroik dan melegenda di Indonesia sejak abad ke-19," tambahnya.

Keduanya melakukan hal yang sama dalam membantu rakyatnya yang kesusahan. Ia melakukannya dengan cara merampok harta kaum penguasa. Membantu dengan cara merampok tentu merupakan suatu hal yang tidak lazim, namun begitulah cara Robin Hood dan Si Pitung dalam membantu masyarakat di sekitarnya.

Jika Peter Holeilone mulai menceritakan kisah hidup seorang Robin Hood sejak dia mulai dewasa, hal yang berbeda dilakukan oleh Yuliadi Sukardi. Ia mengisahkan secara detail, sejak Pitung kecil hingga dewasa.