Nationalgeographic.co.id—Populasi katak berkantung diketahui hidup di hutan hujan di pegunungan Australia timur. Tidak seperti hampir semua amfibi lainnya, katak-katak ini cenderung bertelur di lantai hutan hujan ketimbang di air.
Sang ayah katak tetap berada di dekat telur-telur itu selama sekitar enam hari, lalu duduk di atas massa telur-telur itu seperti mengeraminya. Saat telur-telur itu menetas, para kecebong yang keluar dari telur-telur itu kemudian memanjat ke dalam kantung kecil di dekat bagian atas setiap kaki-kaki dekat panggul katak dewasa.
Para kecebong itu tinggal di dalam kantung tersebut sampai mereka menumbuhkan kaki mereka sendiri. Saat kaki-kaki mereka tumbuh, barulah mereka memulai kehidupan mandiri mereka.
Halaman selanjatnya...
Spesies katak ini telah dideskripsikan secara ilmiah sejak tahun 1933. Keberadaan katak-katak ini diduga telah diketahui oleh masyarakat adat di daerah tersebut selama ribuan tahun.
Namun, Profesor Michael Mahony dari Newcastle University memimpin tim penelitian untuk memeriksa DNA katak-katak tersebut. Hasilnya, mereka menemukan katak berkantung yang hidup di Wollumbin adalah spesies terpisah dari yang ada di lima lokasi lain yang diketahui.
Laporan penemuan itu telah mereka laporkan di jurnal Zootaxa yang terbit pada akhir Oktober 2021. Dalam laporan studi tersebut, para peneliri menjuluki spesies baru katak berkantung itu dengan nama ilmiah Assa wollumbin. Adapun katak-katak berkantung lainnya yang berada di lokasi-lokain lain di Australia timur tetap menggunakan nama Assa darlingtoni.
Kedua spesies katak itu terlihat sangat mirip, panjangnya sama-sama sekitar 16 milimeter. Bahkan para ahli herpetologi pun tidak dapat membedakan kedua jenis katak tersebut.
Namun, dengan ratusan kilometer lembah kering yang panas memisahkan habitat A. darlingtoni yang diketahui, Mahony dan rekan-rekan penelitinya berpikir mereka katak-katak itu telah terpisah cukup lama untuk membelah menjadi spesies yang berbeda.
Oleh karena itu, tim peneliti kemudian mengambil sampel DNA dari katak-katak berkantung di setiap lokasi dan menguji perbedaannya. Dikutip dari IFLScience, Mahony mengatakan bahwa katak-katak berkantung di beberapa situs yang tersebar lebih jauh, ternyata secara genetik tetap sangat mirip. Adapun katak berkantung Wollumbin cukup berbeda secara genetik jika dibandingkan katak-katak berkantung lainnya sehingga layak mendapatkan nama ilmiah baru.
Baca Juga: Singa Berkantung Ini Hidup Jutaan Tahun Silam di Hutan Kuno Australia
Setelah mengidentifikasi perbedaan genetik katak-katak berkantung itu, tim peneliti menyelidiki lagi dan melihat perbedaan dalam panggilan kawin mereka. Katak berkantung Wollumbin memiliki frekuensi dominan yang lebih tinggi dan jarang menggunakan lebih dari sembilan nada untuk panggilan, sedangkan A. darlingtoni menggunakan sekitar 13 nada dalam cuaca hangat.
Namun begitu, Mahony mengatakan mungkin akan sulit untuk mengidentifikasi perbedaan katak-katak itu di alam liar atas dasar ini saja tanpa rekaman suara masing-masing spesies tersebut untuk perbandingan. Apalagi, tidak ada perbedaan lain yang diketahui dalam kehidupan ataupun pola pengasuhan katak-katak tersebut.
"Sejauh yang kami tahu, induknya tidak melakukan apa-apa setelah bertelur," kata Mahony seperti dilansir IFLScience. "Ayahnya sepertinya tidak memberi nutrisi apa pun." Namun, perlindungan yang sang ayah katak berikan kepada kecebong-kecebong yang sedang berkembang tampaknya sangat penting.
Di dunia di mana banyak hewan jantan tidak memberikan pengasuhan sama sekali, katak-katak berkantung jantan ini justru terbiasa berbagi tugas pengasuhan dengan betinanya, kata Mahony.
Baca Juga: Spesies Baru Katak Labu Ditemukan, Bisa Berpendar dan Sangat Beracun
"Tidak mudah untuk melihat" bagaimana ini muncul. "Hanya empat dari 4.000 spesies [katak] di seluruh dunia yang memiliki orang tua jantan di mana si jantan membawa kecebong-kecebong yang sedang berkembang," papar Mahony dalam sebuah pernyataan.
Dua contoh katak lainnya yang memiliki pola pengasuhan semacam ini adalah katak-katak Amerika Selatan yang tinggal di hutan hujan. Sang ayah dari katak-katak Amerika Selatan itu berbiasa membawa berudu-berudunya ke ke air, tempat berudu-berudu itu berkembang tanpa dukungan.
Hal menarik lainnya dari katak-katak berkantung ini, seperti yang sudah disebutkan di atas, hewan-hewan ini tak perlu bertelur di air.
"Dengan membebaskan diri dari kebutuhan untuk menggunakan genangan air untuk berkembang biak, katak-katak tersebut bisa melarikan diri dari para pemangsa," ujar Mahony. "Mereka dapat berkembang biak di mana pun ada lumut atau daun basah."
Baca Juga: Melihat Harimau Berkantung Terakhir Sebelum Dinyatakan Punah