“Kenyataan ini menyulitkan penuturan kisah, karena bercerita sejujur-jujurnya mengenai diri sendiri, tidaklah bisa dibilang gampang,” ungkap K’tut Tantri dalam autobiografinya yang bertajuk Revolt in Paradise.
Nura adalah nama yang paling banyak disebut dalam buku autobiografi Tantri. Nura disebut sebanyak 152 kali dalam Revolt in Paradise. (Sementara, Sukarno hanya 72 kali). Anehnya, nama itu tak pernah dikenal oleh keluarga Raja Bangli. Saya pun tergelitik bertanya kepada Hans Hägerdal, siapakah sejatinya Anak Agung Nura? Hans merupakan Guru Besar Madya dalam bidang sejarah pada School of Cultural Sciences, Linnaeus University di Växjö, Swedia.
Pada 1998, Hans bertemu Anak Agung Made Rai Rama, lelaki sepuh keturunan Raja Bangli terakhir yang tinggal dalam kompleks puri. Saat Hans bertanya tentang Nura yang berkait dengan K’tut Tantri, Rama dengan sigap menjawab bahwa Nura adalah “Anak Agung Gede Oka”.
Anak Agung Gede Oka tak lain adalah Anak Agung Nura yang dikisahkan dalam Revolt in Paradise. Tokoh itu juga tewas dibunuh orang Republik pada periode yang sama.
Hans juga berjumpa Anak Agung Gede Ngurah, saudara kandung pahlawan Kapten Anak Agung Gede Anom Muditha. Ngurah berkata kepadanya bahwa “Anak Agung Gede Oka bukanlah anak raja melainkan keponakan dari seorang raja sebelum raja terakhir, I Dewa Gede Taman yang menjabat pada 1925-1930.” Tampaknya, Tantri menyamarkan nama Raja Bangli I Dewa Gede Taman sebagai Anak Agung Gede.
Ngurah juga menegaskan bahwa Oka tewas dibunuh orang Republik karena dia disangka mendukung NICA-Belanda, mungkin sekitar 1945/1946. Fakta ini menguatkan dugaan bahwa Anak Agung Gede Oka tak lain adalah Anak Agung Nura yang dikisahkan dalam Revolt in Paradise. Tokoh itu juga tewas dibunuh orang Republik pada periode yang sama.
“Sungguh berbahaya menggunakan buku perempuan itu sebagai referensi sejarah,” ungkap Hans. “Karena buku ini tak pelak lagi mencampurkan fakta dan fiksi.”
Apakah Revolt in Paradise atau Revolusi di Nusa Damai sebuah kisah fiksi belaka? Dalam halaman pembuka autobiografinya, Tantri telah memberikan pernyataan, “Dengan mengetjualikan orang2 besar. Nama2 dalam buku ini dirobah. Nama2 desa di Bali dirobah. Kedjadian2 dalam segala hal berdasarkan kebenaran. Tentu sadja, peristiwa2 bersedjarah adalah uraian sesungguhnja. Buku ini sesungguhnja benar.”