Penambangan Pasir Merapi

By , Rabu, 10 Juni 2015 | 14:15 WIB

Pengerukan pasir di sungai-sungai lereng Gunung Merapi pascaerupsi tahun 2010 mendorong penambangan pasir ilegal. Pengerukan terjadi hingga ke lahan warga yang sebenarnya tidak diizinkan.

Beberapa sungai kering, antara lain Sungai Gendol di Kabupaten Sleman, Yogyakarta, yang berhulu di Gunung Merapi, penuh dengan material vulkanik seperti batu dan pasir ketika Merapi meletus dahsyat lima tahun silam. Bencana itu menewaskan hampir 300 orang.

Karena kawasan itu sarat dengan material vulkanik, pemerintah mengijinkan masyarakat untuk mengeruk pasir dari sungai dengan menggunakan alat berat sehingga lahar bisa mengalir ke sungai dan tidak membanjiri lahan sekitar apabila gunung seaktu-waktu meletus.

Namun ijin penambangan hanya dikeluarkan untuk penambangan pasir di sungai."Selama kemarin dikendalikan, baik. Tidak ada dampaknya. Tetapi rupanya sekarang penambang-penambang bukan lagi di aliran sungai tetapi masuk ke lahan-lahan," kata Sapto Winarno, Kepala Dinas Sumber Daya Air, Energi dan Mineral, Kabupaten Sleman.

"Akibatnya permukaan air tanah di sekitar Merapi mulai turun. Yang tadinya empat meter, sekarang sudah lebih dari empat meter."

!break!

Kepentingan Ekonomi

Pihak berwenang mengaku telah melakukan razia terhadap penambang ilegal dan penggunaan alat berat seperti beko. Akan tetapi, pasir berwarna hitam hasil erupsi Gunung Merapi adalah komoditas berharga bagi penduduk di lereng gunung dan juga bagi pengusaha.

Satu truk pasir rata-rata berharga Rp500.000 bila dijual di tempat. Harga itu meningkat menjadi Rp800.000 per truk bila diantar sampai Kota Yogyakarta.

Pembeli pun datang dari berbagai kota di luar Yogyakarta, seperti Solo, Pati, dan Semarang untuk bahan bangunan.

Pemasukan ini penting bagi warga, kata Herry Suprapto, Kepala Desa Kepuharjo, salah satu desa yang kaya akan endapan pasir Merapi.

"Kami bersama empat kepala desa mengeluarkan keputusan untuk menambang di lahan untuk memulihkan ekonomi. Kedua, untuk mengambil deposit di lahan agar bisa segera ditanami," ujarnya.

Selama ini, tambahnya, tidak ada regulasi yang mengatur pengambilan pasir di lahan penduduk meskipun penambangan itu perlu dilakukan.

"Kami tidak menyalahkan pemerintah karena pada waktu itu pemerintah tidak mengeluarkan regulasi. Seandainya (pasir) belum diambil, sampai sekarang pun belum hijau seperti ini."