(Baca juga: SK Trimurti, Legenda Jurnalisme Indonesia)
Menemukan sketsa asli
Alumni Universitas Indonesia lainnya, Turiman Fachturrahman -juga melalui tesis masternya. menemukan bukti-bukti otentik yang menguatkan peran penting Sultan Hamid II sebagai perancang lambang negara, Garuda Pancasila.
Selama empat tahun, Turiman mengaku melakukan penelitian dengan menemui sejumlah pihak.
"Dan saya menemukan sketsa-sketsa dokumen (perancangan logo burung Garuda) yang diberikan Sultan Hamid kepada Mas Agung," ungkap Turiman kepada BBC Indonesia, Selasa (02/06).
Salah-satunya adalah sketsa rancangan lambang negara karya Sultan Hamid dan Muhammad Yamin, katanya.
Berdasarkan hasil liputan aktivis pers mahasiswa Nur Iskandar dalam tabloid Mimbar Untan, Universitas Tanjungpura Pontianak, Turiman kemudian berhasil menemukan naskah asli rancangan lambang negara karya Sultan Hamid.
"Kami menelusuri lagi ke keluarga Kadriyah, dan kebetulan didapatkan naskah aslinya," kata Turiman.
!break!
Korban 'kampanye hitam'
Hasil penelitian Anshari dan Turiman ini kemudian diterbitkan dalam buku 'Sultan Hamid II, sang perancang lambang negara' pada pertengahan 2013 lalu.
"Buku ini salah-satu langkah awal publikasi sehingga nama Sultan hamid II tidak perlu harus ditutup atau samar-samar dalam parade sejarah Indonesia," demikian prolog buku tersebut.
"Dia bukanlah pengkhianat negara seperti black campaign pada masa kehidupannya, namun pahlawan negara yang karya ciptanya menduduki peringkat tertinggi di dalam struktur negara, yaitu lambang negara Elang Rajawali Garuda Pancasila," tulis mereka.
Kampanye terbuka, melalui pameran dan diskusi di berbagai forum, pun digelar oleh masyarakat Kalimantan Barat untuk apa yang mereka sebut sebagai pelurusan sejarah.
Lebih lanjut Turiman mengharap agar negara mengakui jasa pria yang bernama asli Syarif Hamid Alqadrie ini sebagai perancang lambang negara, Garuda Pancasila.
Diskriminasi hukum
"Karena di dalam UU hak cipta, nama perancang harus disebutkan namanya, sama seperti perancang lagu kebangsaan Indonesia Raya, WR Supratman," kata Turiman.
Dalam UU nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, nama WR Supratman disebut dengan jelas, tetapi tidak ada nama Sultan Hamid II, katanya.
"Di sinilah ada diskriminasi hukum. Tidak satu pun pasal yang menyatakan bahwa lambang negara adalah rancangan Sultan Hamid II," ujar Turiman.
Bagaimanapun, Sultan Hamid II hidup dalam masa-masa gelap revolusi Indonesia, ketika banyak kelompok yang masih bersemangat membawa Indonesia ke arah yang sesuai persepsinya masing-masing.
Sejarah memang bukan matematika yang terukur jelas dan acapkali hanya dimiliki para pemenang. Namun tak semestinya sejarah meniadakan jasa para pesakitan.