Kisah Menyelami Ritual Indah di Perbatasan India-Pakistan

By , Sabtu, 13 Juni 2015 | 15:30 WIB

Jelas saya cemas. Suami saya dan saya telah berjanji kepada keluarga bahwa kami tidak akan melakukan apa pun yang berisiko selama perjalanan satu bulan di India. Tetapi sejatinya kami sering melakukan petualangan dan oleh sebab itu tidaklah mengherankan jika kami melaju langsung ke perbatasan India- Pakistan.

India dan Pakistan mempunyai sejarah sama yang diwarnai konflik. Sebelum Inggris menarik diri dari anak benua India pada 1947, Inggris memecah kawasan Punjab dan menyebabkan kekerasan dan pertumpahan darah. Salah satu bentrokan terbaru menewaskan sembilan warga sipil.

Di balik hubungan tegang ini, setiap hari menjelang matahari terbenam kedua negara bertemu untuk menggelar upacara penuh dedikasi, semangat yang menandapi penutupan perbatasan setiap malam.

Setelah meninggalkan kota Agra yang berpolusi dan berkabut dan meninggalkan kemegahan Taj Mahal beberapa hari sebelumnya, kami menumpang kereta ke Amritsar, karena ingin sekali menyaksikan secara langsung bagaimana tentara mengangkat kaki tinggi-tinggi.

Dari Amritsar, sekitar 30 kilometer ke arah barat, kami tiba di kota Atari, di perbatasan Wagah, satu-satunya perlintasan resmi antara India dan Pakistan.

Ratusan warga India sudah berkumpul di sana. Pedagang asongan menembus kerumunan penonton untuk menjajakan CD bajakan lagu-lagu penyanyi Beyoncé, miniatur Taj Mahal dan jalebi, kue tradisional India berwarna orange mencolok yang dibalut dengan sirup.

!break!

Di dekat pintu gerbang, terdapat ruang persembunyian bawah tanah yang terbuat dari semen dan tampak resmi. Di dekat tempat itu, penonton dibagi menjadi dua baris: baris pertama untuk laki-laki dan baris kedua untuk perempuan. Di negara tidak beraturan seperti India, barisan penonton itu ternyata sangat tertib.

Saya melambaikan tangan kepada suami dan masuk barisan panjang bersama perempuan-perempuan yang mengenakan kain sari bercorak cerah. Seorang penjaga perbatasan yang kelihatan serius menepuk pundak saya, menoleh ke arah suami dan menunjuk ke arah barisan terpisah bertuliskan “orang asing”.

Di barisan orang asing, penonton perempuan dan laki-laki boleh membaur. Setelah pemeriksaan paspor dan pemeriksaan keamanan yang berlangsung singkat, kami dipandu melewati jalan setapak menuju garis perbatasan resmi, tempat upacara digelar.

Jalan jalur tunggal sepanjang sekitar 100 meter membentang dari wilayah India, mengarah ke dua pintu gerbang besar terbuat dari besi, dan selanjutnya masuk ke wilayah Pakistan. Di kedua sisi jalan ada tribun penonton dan trotoar dan tampak ada tingkatan dalam pengaturan tempat duduk.

Tamu khusus dan tamu sangat penting ditempatkan di tribun paling dekat dengan pintu gerbang perbatasan, disusul oleh bangku terbuat dari semen yang khusus diperuntukkan bagi wisatawan asing.

Warga India, baik perempuan, laki-laki maupun anak-anak duduk di sepanjang trotoar dan di tribun besar di belakang kami. Dari tempat kami, persis di belakang pintu gerbang perbatasan dan kurang dari 50 meter, tribun yang berdiri di wilayah Pakistan tampak jelas.

Pengaturan tempat duduk di perbatasan Pakistan dipisahkan berdasarkan jenis kelamin. Banyak perempuan bertepuk tangan mengiringi musik, melambai-lambaikan bendera Pakistan berwarna hijau dan putih dan tampak antusias mengobrol sesama penonton.