Nationalgeographic.co.id—Perang Dipanagara (1825-1830) dalam laporan Belanda merupakan salah satu masa perlawanan yang sulit diberangus pemerintah kolonial. Lantaran, sang Pangeran sangat pandai mengandalkan banyak bentang alam dalam medan pertempuran yang dimenangkannya.
Misalnya, pertempuran para pasukannya di sekitar Borobudur. Pertempuran itu memanfaatkan medan Bukit Gondokusumo atau Bukit Gondowangi yang sekaligus jadi basis pertahanannya hingga menang.
Tak hanya perbukitan, keunggulan Pangeran Dipanagara juga memanfaatkan sungai sebagai medan untuk memenangkan banyak pertempuran.
Kepandaian di laga pertempuran ini membuat militer kolonial kewalahan, hingga akhirnya dalam taktiknya, memanfaatkan hulptroepen atau pasukan tulungan--unit pribumi yang mayoritas dari Minahasa dan Madura.
"Bagi saya sendiri, saya lebih suka memimpin prajurit pribumi daripada prajurit Eropa; Saya tidak banyak menghadapi [prajurit] yang sakit-sakitan, dan kalau mereka dipimpin dengan baik, mereka bertarung sehebat [orang Eropa]," terang Errembault, salah satu komandan pasukan.