Udara Bersih jadi Faktor Penentu Demografi Tiongkok dan India

By , Rabu, 17 Juni 2015 | 18:00 WIB

Walaupun negara-negara berkembang di Asia dianggap sebagai kontributor polusi udara terbesar, penelitian kematian global menunjukkan bahwa negara-negara Barat dapat secara kolektif menyelamatkan 500.000 orang dari kematian dini setiap tahun dengan cara mengurangi konsentrasi PM 2.5 sebanyak 2.5 persen.

“Semua orang berpikir bahwa keadaan udara di kawasan Barat baik-baik saja. Namun, ada manfaat kesehatan yang cukup besar jika udara di daerah yang sudah bersih juga diperbaiki,” ujar Julian Marshall, salah satu penulis penelitian tersebut dan professor teknik lingkungan di University of Minnesota. “Ini adalah suatu pengingat bahwa masih ada efek kesehatan yang disebabkan oleh polusi udara” meskipun pada tingkat rendah.

"Bahkan di bagian dunia yang lebih bersih, polusi udara tetap memakan korban dalam jumlah yang cukup tinggi, tetapi masih sulit untuk divisualisasikan,” ucap Bert Brunekreef, direktur Institut Ilmu Kajian Risiko, di Universitas Utrecht di Belanda, yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut. “Dalam sertifikat kematian, belum ada yang menuliskan polusi udara sebagai penyebab kematian.”

Belum lama ini India dan Tiongkok meningkatkan standar PM 2.5, walau kedua negara tersebut tidak dapat diandalkan untuk memenuhi standar tersebut. 13 kota di India telah termasuk dalam daftar 20 kota yang paling tercemar di dunia. Selain itu, tiga kota yang termasuk dalam daftar tersebut terletak di Pakistan dan dua kota lain di Bangladesh, yang bertetangga dengan India.

Sementara Tiongkok, yang pernah menjadi ikon polusi udara di dunia, jauh lebih maju dalam proses pembersihan udara mereka dengan sistem pengawasan yang canggih, yang dapat memberi peringatan ketika kondisi udara berbahaya bagi kesehatan penduduk. Saat peringatan tersebut disebarkan, sekolah boleh ditutup sementara, begitu juga dengan berbagai industri, dan kendaraan pemerintah dilarang beroperasi.

India masih belum mempunyai protokol darurat dalam menangani polusi udara. Undang-undang anti polusi secara luas diabaikan dan tidak diberlakukan. Indeks kualitas udara yang masih berkembang hanya mencakup beberapa kota dengan jaringan pengawasan yang tidak lengkap, dan seringkali ditemukan dalam kondisi yang buruk.

Para ahli mengatakan bahwa penelitian tentang mortalitas dunia menawarkan ide-ide dan peringatan penting yang sering diabaikan, bahkan bila hasil penelitian digeneralisasikan, dan tidak mempertimbangkan penyebab kematian lainnya, seperti merokok atau jelaga dari kompor rumahan.

Frumkin menggarisbawahi bahwa meskipun usaha nyata jelas menunjukkan bahwa perbaikan kualitas udara memberikan manfaat bagi kesehatan, usaha tersebut juga "terkait dengan langkah-langkah yang harus kita ambil untuk menangani perubahan iklim,” seperti beralih dari bahan bakar fosil ke teknologi tenaga surya dan angin. “Setelah itu, kita mengurangi emisi gas rumah kaca, memperlambat perubahan iklim, dan dengan demikian melindungi kesehatan manusia dengan berbagai cara."