Onderneming Banyuasin Mendorong Lahirnya Modernitas di Masyarakat

By Galih Pranata, Rabu, 17 November 2021 | 12:00 WIB
Penggunaan perahu ketel (bolier) sebagai alat transportasi dan pengangkutan karet ke luar Perkebunan Tebenan di Onderafdeeling Banjoeasin en Koeboestrekken.
Penggunaan perahu ketel (bolier) sebagai alat transportasi dan pengangkutan karet ke luar Perkebunan Tebenan di Onderafdeeling Banjoeasin en Koeboestrekken. (KITLV)

Nationalgeographic.co.id—Sebelum munculnya perusahaan perkebunan, rakyat Sumatera hidup tradisional. Usaha perkebunan yang semula diadakan di Jawa itu, menjelang akhir abad ke-19, mulai dikembangkan dan meluas di luar pulau Jawa, khususnya Sumatera.

Akibat pemberlakuan pembukaan lahan perkebunan, hutan-hutan belantara di daerah Onderafdeeling Banjoeasin en Koeboestrekken, Keresidenan Palembang dibuka untuk dijadikan daerah perkebunan milik perusahaan Eropa sejak 1909.

"Perkebunan besar atau onderneming Eropa, merupakan bagian dari kemunculan industri Barat yang mendorong lahirnya komersialisasi pertanian secara besar-besaran, dimana sebelumnya hanya bersifat tradisional di Keresidenan Palembang, termasuk di Onderafdeeling Banjoeasin en Koeboestrekken," tulis Zubir.

Zusneli Zubir menulis dalam Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya, berjudul Sejarah Perkebunan dan Dampaknya Bagi Perkembangan Masyarakat di Onderafdeeling Banjoeasin en Koeboestrekken, Keresidenan Palembang, 1900-1942, publikasi 2015.

"Pada akhirnya, kehadiran perusahaan Barat dalam dunia perkebunan telah menciptakan tatanan perdagangan lokal yang sangat kompleks, pembangunan insfrastruktur sarana dan prasarana penunjang industri perkebunan Barat modern yang menghubungkan dunia tradisional masyarakat lokal ke dunia yang jauh lebih kompleks dan dinamis," tambahnya.

Halaman berikutnya...

Terutama tentang orang-orang Eropa yang mengubah sistem ekonomi masyarakat Banyasin, Palembang yang tradisional. "Pengenalan ekonomi jenis baru yang dulu jarang mereka kenal, yakni ekonomi uang (sebelumnya berupa sistem barter)," imbuhnya.

Sebelum pembukaan onderneming karet di Onderafdeeling Banjoeasin en Koeboestrekken, masyarakat sudah melakkukan penanaman karet yang diproduksi secara tradisonal, karet rakyat.

Para pengusaha Eropa memperoleh kemudahan akibat adanya pemberian konsesi terhadap tanah-tanah erfpacht, tanah-tanah yang dapat dikelolah dengan sistem sewa selama 75 tahun. Inilah yang membuka jalan berdirinya Onderafdeeling Banjoeasin en Koeboestrekken.

"Kehadiran perkebunan modern Belanda dianggap tidak mengganggu tatanan produksi karet tradisional. Sebaliknya, justru memunculkan kapitalis ekonomi di Keresidenan Palembang," tulis Zubir.

Masyarakat dari sana mengenal akan adanya mesin-mesin industri yang modern dan canggih, meskipun tidak menutup kemungkinan, bahwa sebagian masyarakatnya masih tetap bertahan dengan pola produksi karet secara tradisional.

Baca Juga: Kelapa Sawit Bukan Satu-satunya Penyebab Hilangnya Hutan di Indonesia

Transportasi boiler (van een ketel) di perusahaan Tebenan sekitar Palembang.
Transportasi boiler (van een ketel) di perusahaan Tebenan sekitar Palembang. (KITLV)

"Perkebunan besar tersebut, selain membangun empalsemen (sarana infrastruktur pabrik), pabrik pengolahan hasil perkebunan, mereka juga membangun fasilitas perumahan bagi administrator dan staf, serta kantor." sambungnya.

Kemudian, di sekitar pabrik juga dibangun fasilitas untuk memenuhi keperluan orang Eropa seperti gereja dan rumah sakit. Sedangkan, untuk menampung keperluan masyarakat, diciptakan pasar musiman setiap hari gajian yang selanjutnya berkembang pesat hingga dibuatkan pasar khusus.

"Hal itu turut mendorong masyarakat di sekitar maupun luar wilayah Onderafdeeling Banjoeasin en Koeboestrekken, untuk datang berbelanja atau membuka usaha di berbagai kegiatan," jelasnya.

Masyarakat mendirikan usaha, seperti membuka usaha pengolahan hasil serta industri pedesaan lain, maupun membuka warung dan pelayanan masyarakat, seperti bengkel grobag (untuk industri) dan jasa lainnya.

Baca Juga: Memulihkan Kembali Tambang-tambang Timah Bangka Usai Eksploitasi

Halaman berikutnya...

Pembangunan insfrastruktur ini secara tidak langsung, mampu mendorong berkembangnya kegiatan ekonomi dan memberikan dampak yang luar biasa di dusun-dusun marga di Onderafdeeling Banjoeasin en Koeboestrekken.

"Mulai dari wilayah-wilayah di Tebenan, Pangkalan Balai, Musi Landas, terutama di Betung, tumbuh sebagai kota kecil di Onderafdeeling Banjoeasin en Koeboestrekken yang juga terdapat pelayanan sosial yang lain seperti kantor pemerintah, sekolah, gereja atau masjid, rumah sakit, pegadaian serta kantor polisi dan pos militer," ungkapnya.

"Banyak dibangun juga jalan penghubung untuk keperluan transportasi hasil karetnya, memiliki dampak yang luas dan mendalam terhadap pola masyarakat tradisional," lanjut Zubir.

Pembangunan infrastruktur, tidak saja berdampak baik bagi orang Melayu Banyuasin, tetapi juga bagi segi-segi kehidupan para pegawai dan orang Kubu di Onderafdeeling Banjoeasin en Koeboestrekken.

Baca Juga: Bertani Tanpa Membakar Lahan Gambut, Ini yang Bisa Dilakukan

"Berkat Onderafdeeling Banjoeasin en Koeboestrekken, mampu mengenalkan masyarakat tradisional pada cara baru teknologi dalam mengelola hutan, membuat mereka turut menanam sejumlah karet di wilayah tersebut," lanjutnya.

Hutan masyarakat Kubu, terutama yang ada di Marga Bajat, Toengkal Oeloe, Dawas, Batang Hari Leko (termasuk ke dalam Onderafdeeling Banjoeasin en Koeboestrekken), mulai ditanami karet rakyat yang mereka usahakan, seperti karet merah atau balam merah, karet suntih atau balamsoentih, karet susu atau balampoean. 

Kemajuan-kemajuan yang dibawa orang Belanda melalui industri perkebunan, benda dan budaya Eropa, benar-benar mengubah cara pandang masyarakatnya dari budaya tradisional menuju modernitas.

"Bagaimana pun, perkebunan besar Eropa adalah model yang kemudian melahirkan modernitas, sekaligus kepingan bagiannya yang disebut kapitalisme, sistem ekonomi modern yang mendunia," pungkasnya.

Baca Juga: Cerita Kuli Perkebunan di Balik Kubah Lonceng Megah AVROS Medan