Hari Raya Idul Fitri Bisa Jadi Berbeda

By , Kamis, 18 Juni 2015 | 15:50 WIB

Bagi yang memakai kriteria imkannur rukyat MABIMS, sesuai kriteria yang dipakai, Idul Fitri jatuh pada 17 Juli karena ketinggian hilal di wilayah Indonesia barat 2-3 derajat. Namun, secara astronomis, posisi hilal sulit diamati sehingga ada potensi hilal gagal teramati. Jika hilal tak bisa diamati, Idul Fitri akan jatuh pada Sabtu 18 Juli.

Jika itu terjadi, pemerintah dan ormas yang memakai kriteria imkannur rukyat MABIMS perlu mengoreksi kalendernya. Kasus seperti itu pernah terjadi pada Idul Fitri 2011 yang membingungkan masyarakat.

Kepala Lapan yang juga anggota Tim Hisab Rukyat Kementerian Agama Thomas Djamaluddin mengatakan, secara astronomi, hilal pada 16 Juli sulit diamati. Namun, jika ada kesaksian hilal teramati di kawasan Indonesia barat, kesaksian itu akan diterima karena sesuai kriteria MABIMS. "Kalau ada kesaksian melihat hilal dari Indonesia Timur, pasti akan ditolak karena ketinggian hilal di sana kurang dari 2 derajat," ucapnya.

Sementara ormas yang memakai kriteria imkannur rukyat Lapan dalam surat edarannya menyatakan akan ber-Idul Fitri pada 18 Juli. Namun, mereka akan menerima keputusan Idul Fitri pada 17 Juli jika ada laporan melihat hilal di lebih dari satu lokasi yang dibuktikan lewat citra visual.

Thomas menyarankan ormas yang memakai kriteria imkannur rukyat Lapan untuk mengikuti keputusan pemerintah dalam penetapan Idul Fitri. Itu jadi langkah awal mewujudkan kalender Islam yang mapan yang salah satu syaratnya ada otoritas tunggal yang diakui.

Untuk Idul Adha 10 Zulhijah 1436, dipastikan akan ada perbedaan. Ormas yang memakai kriteria wujudul hilal akan ber-Idul Adha pada Rabu 23 September dan yang memakai kriteria imkannur rukyat MABIMS dan Lapan akan ber-Idul Adha, Kamis 24 September.

!break!

Lengkungan sabit Bulan yang teramati dari Kupang (NTT) pada Selasa 9 Juli 2013 pukul 18:09 WITA, 18 menit sebelum Bulan terbenam dan 32 menit pasca Matahari terbenam, dalam rukyat konfirmasi yang dilakukan tim Kominfo dan Kemenag dari Menara Hilal Sulamu. (Kominfo, 2013)

Kalender tunggal

Menyikapi ada potensi perbedaan Idul Fitri dan perbedaan Idul Adha, Thomas mengajak umat Islam bercita-cita besar punya kalender Islam yang mapan, yang tak hanya untuk keperluan ibadah, tetapi juga untuk keperluan administrasi sipil.

Menurut pengalaman kalender Masehi, syarat mewujudkan kalender tunggal Islam ialah ada otoritas tunggal yang menjaga, kriteria yang disepakati bersama, dan batas wilayah jelas.

Di Indonesia, ada batas wilayah yang disepakati. Untuk kriteria awal bulan, ada perbedaan yang terus didialogkan untuk disatukan. Namun, untuk syarat otoritas penjaga sistem kalender, masyarakat dan ormas belum sepakat. Pemerintah belum sepenuhnya diakui sebagai otoritas tunggal penjaga sistem kalender.

"Jika kesepakatan kalender tunggal umat Islam Indonesia bisa dicapai, lebih mudah mengembangkan kalender itu di tingkat regional ASEAN dan internasional," ujarnya.