Didirikan pada 2011, komunitas itu kini mengklaim memiliki 2.500 personel yang tersebar di sejumlah provinsi di Indonesia.
Aksi mereka, yang dapat disaksikan di jejaring media sosial, ialah menurunkan sampah dari gunung-gunung dan taman nasional di Indonesia.
Namun, Ragil Budi Wibowo, ketua umum Trashbag Community, mengatakan aksi menurunkan sampah tersebut sejatinya adalah bagian dari demonstrasi.
“Layaknya demonstrasi di Bundaran HI, Jakarta, aksi kami sebenarnya juga demonstrasi. Kami ingin membawa pesan kepada semua orang untuk tidak membuang sampah sembarangan. Hanya saja, cara kami berbeda,” kata Ragil.
Pria yang hobi mendaki itu mengaku pernah mengangkut sampah botol plastik buatan 1987 dalam kondisi utuh. Padahal, aksi pengangkutan sampah dari gunung telah dimulai para relawan bertahun-tahun lalu.
Karenanya, kata dia, aksi penurunan sampah tidak akan efektif bila tidak dibarengi dengan pemberian pemahaman dan pengawasan.
“Yang efektif adalah mencegah sampah-sampah itu berada di atas gunung. Apabila kami hanya fokus mengangkut sampah dari atas gunung, siklusnya akan berputar tanpa henti,” ujarnya.
Sri Bebassari, ahli penanganan sampah sekaligus pendiri lembaga Indonesian Solid Waste Association (InSwa), senada dengan Ragil.
Sri, yang mendalami teknik penguraian sampah plastik, mengatakan masalah sampah di Indonesia tidak pernah selesai jika diserahkan kepada para insinyur.
“Teknologi mah gampang. Kini sudah ada plastik yang bisa terurai, lalu ada daur ulang yang canggih. Tapi itu tidak menyelesaikan masalah selama masyarakat Indonesia masih tidak terdidik membuang sampah dengan benar. Ahli agama, pendidikan, psikologi, komunikasi, harus kerja keras memberi pendidikan tentang membuang sampah,” tutupnya.