Lika-liku Satu-satunya Peneliti Kalacemeti Asia dari Indonesia

By , Senin, 29 Juni 2015 | 17:25 WIB

Pada 2006, Isopoda merah jambu ini diberi nama Stenasellus javanicus. Spesies ini diyakini hanya hidup di Gua Cikaray.

"Kekayaan biota gua di Jawa ternyata sangat tinggi. Di Jawa Tengah ada jenis baru yang hanya ditemukan di beberapa gua. Hal ini menjadikan nilai strategis untuk ilmu pengetahuan karena punya sebaran terbatas. Kerusakan di gua akan menjadi kepunahan spesies itu di muka bumi," ujarnya.

!break!

Kawasan karst Citeureup di Jawa Barat yang masih menyimpan sejumlah misteri dunia pengetahuan dari masa lalu. Akankah kawasan ini harus tergerus pembangunan? (Reynold Sumayku/National Geographic Indonesia)

Rentan punah

Spesies gua di Jawa yang tak kalah unik adalah Sesarmoides jacobsoni alias kepiting jacobson. Kepiting berwarna putih pucat dengan mata relatif kecil ini seharusnya hidup di air payau. Namun, di gua-gua di Gunung Kidul, DI Yogyakarta, kepiting tersebut bisa ditemukan di ketinggian 300 mdpl.

Kepiting jacobson memiliki nenek moyang yang hidup di laut. Namun, kini mereka hidup di genangan air yang berasal dari tetesan atap gua. Mereka tidak ditemukan di aliran sungai yang terhubung dengan permukaan tanah. Karena itu, tingkat kerentanan terhadap gangguan sangat tinggi.

"Perubahan lingkungan di kawasan karst akan memengaruhi lingkungan gua dan biota di gua. Perubahan lingkungan akan mengurangi suplai air dan menyebabkan lingkungan di dalam gua kering. Hilangnya aliran dan genangan air akan menghilangkan biota aquatic," ujar Cahyo.

Karena itu, pengelolaan kawasan karst dengan ciri khas perbukitan kapur dan aliran sungai di gua bawah tanah ini harus benar-benar memperhatikan kajian biologis. Wilayah permukaan ataupun di bawah permukaan menjadi "rumah" bagi beragam biota unik yang memberi sumbangsih besar bagi ilmu pengetahuan.

Kawasan Pegunungan Sewu membentang dari Gunungkidul, Wonogiri, dan Pacitan. (Youtube/Cahyo Alkantana via Kompas.com)

"Pemanfaatan tanpa kajian akan menyebabkan hilangnya informasi yang penting. Biota di dalam gua secara nilai strategis berperan sebagai penyeimbang ekosistem, langka, dan tingkat evolusi tinggi akan hilang jika tanpa kajian. Ini alasan penting bagi kita untuk jaga kawasan karst tetap hijau. Habitat spesies gua sangat bergantung pada tetesan air dari atap gua," kata Cahyo, yang juga salah satu inisiator Indonesian Caver Society.

Cahyo menegaskan, ekosistem gua bukanlah ekosistem asing bagi manusia. Pemusnahan ekosistem gua secara tidak langsung akan memengaruhi kehidupan makhluk hidup lain, termasuk manusia. Dari daya survival makhluk aneh penghuni gua, misalnya, manusia bisa saja mengadopsi teknologinya untuk obat-obatan hingga modifikasi ketahanan pangan.

Ketika kecintaan pada gua berpadu dengan ilmu pengetahuan, Cahyo bersetia menerangi gua dengan cahaya pengetahuan. Semua demi mimpi kelestarian gua dan kehidupan manusia yang lebih baik.