Valentino Deng, Bocah Pengungsi yang Jadi Menteri Pendidikan Sudan

By , Sabtu, 11 Juli 2015 | 06:30 WIB

Bangunan sekolah pun bermasalah. Banyak kegiatan belajar-mengajar berlangsung di bawah pohon. Begitu musim hujan semua kebasahan.

Anak-anak juga seringkali datang ke sekolah dalam kondisi lapar “yang berdampak pada kemampuan belajar mereka”, kata Deng.

Lalu banyak yang kesulitan mengerti bahasa Inggris, bahasa resmi Sudan Selatan, khususnya bila mereka tumbuh besar di masa pra-kemerdekaan Sudan yang bahasa resminya adalah Arab.

!break!

Northern Bahr el-Ghazal telah diselamatkan dari dampak terburuk perkelahian perang sipil yang dimulai 18 bulan lalu, namun dampak krisis masih jelas terlihat.

"Harga terus berfluktuasi, guru-guru tidak dapat bertahan hidup dengan gaji mereka," jelas Deng.

"Anak-anak kelaparan, mereka tidak pergi ke sekolah karena mereka harus bertahan hidup."

Deng khawatir kehilangan jumlah besar anak-anak yang buta huruf, akibat kekerasan.

“Pendidikan bisa mentransformasi, namun tidak bisa melakukan banyak bila murid-murid terpaksa harus meninggalkan sekolah.”

Deng menganggap dirinya sebagai seseorang yang bertindak dan bukan hanya seorang politikus, namun dia sendiri tahu dari pengalaman pribadi perubahan yang bisa dibawa oleh pendidikan.

“Ketika saya berjalan melintasi selatan Sudan tanpa alas kaki, saya benar-benar tidak tahu apapun, tidak memiliki peta, tidak tahu lokasi saya, cara mencari jalan di hutan atau mencari tanda-tanda bahaya. Saya hanya seorang bocah naïf, mencari keselamatan.”

Perjalanan pendidikan Deng sendiri,terputus karena perang. Hidup di kamp pengungsi Ethiopia dan Kenya mengajarkan dirinya bahwa negara asalnya akan lebih baik bila lebih banyak orang bersekolah.

“Kami memiliki segelintir orang-orang yang berpendidikan, jumlah sekolah yang sedikit, infrastruktur dasar pun tidak ada, tidak ada sistem pertanian pusat. Itu semua karena perang, yang memundurkan kami beberapa tahun. Jadi dengan pendidikan, saya tidak akan harus melalui kesusahan itu. Seseorang pasti akan memikirkan alternatif.”

Sekarang Deng memiliki kesempatan mendidik ribuan anak-anak, sebagai menteri pendidikan negara bagian atau melalui sekolahnya.

“Yang saya doakan, kami sebagai pemimpin negara muda ini harus menghentikan kekerasan, menghentikan apapun yang menghancurkan jiwa, mencari solusi dan kita pun bisa seperti yang lain.”