Pernikahan di bawah umur secara luas diterima di Brazil, di mana anak-anak perempuan mencari suami-suami yang lebih tua untuk melarikan diri dari kekerasan di rumah, atau karena kehamilan di usia remaja, atau kurangnya kesempatan kerja, menurut sebuah riset baru.
Riset mengenai pernikahan di bawah umur masih sedikit di Brazil, dan tidak banyak yang telah dilakukan untuk menanggulanginya, menurut para peneliti dari Plan International, Federal University of Para di Brazil dan badan amal kesetaraan gender Promundo.
"Pernikahan di bawah umur di Brazil dianggap normal dan bisa diterima (dalam masyarakat)," ujar Alice Taylor, penulis utama laporan ini, yang menurut para peneliti merupakan studi pertama untuk sejenisnya di Brazil.
Brazil ada di peringkat ke empat dunia dalam jumlah anak-anak perempuan yang menikah atau tinggal bersama pasangannya pada usia 15 tahun, dengan 877.000 perempuan berusia 20 sampai 24 tahun melaporkan bahwa mereka menikah pada usia 15, menurut sebuah sensus pemerintah Brazil tahun 2010.
Secara hukum, warga Brazil dapat menikah pada usia 16 tahun jika kedua orangtua mengizinkan, atau lebih awal dalam situasi tertentu, misalnya kehamilan.
Para peneliti mengamati pernikahan dini di dua negara bagian dengan prevalensi tertinggi di negara tersebut, yaitu Para di utara dan Maranhao di timur laut.
"Ada asumsi, bahwa pernikahan di bawah umur, terjadi hanya di wilayah-wilayah paling terpencil atau pedesaan di Brazil. Tapi penelitian menunjukkan bahwa hal itu terjadi juga di daerah perkotaan dan ibukota-ibukota negara bagian, seperti Belem dan Sao Luis," ujar Taylor.
Pernikahan dini di Brazil dan seluruh Amerika Latin "sebagian besar tidak formal dan konsensual," tidak seperti di Asia Selatan dan Afrika sub-Sahara yang lebih memiliki "ritualisasi dan karakteristik formal dari praktik tersebut," menurut laporan itu.
Di Brazil, praktik itu dipicu oleh kekerasan seksual atau kekerasan lainnya di rumah, seringkali di tangan kerabat atau ayah tiri, yang mendorong anak-anak perempuan untuk mencari perlindungan dari pria-pria lebih tua di luar keluarga, ujar Taylor.
"Pernikahan dini adalah ekspresi terbatasnya kesempatan perempuan dalam pendidikan dan pekerjaan. Mereka menikah berdasarkan ekspektasi bahwa hidup mereka akan lebih baik dan bahwa mereka akan lebih memiliki kemandirian. Dan pengharapan itu biasanya tidak terpenuhi."
Para peneliti mewawancarai pejabat-pejabat pemerintah, pria-pria yang menikahi anak-anak, dan anak-anak perempuan berusia 12 sampai 18 tahun yang menikah atau tinggal dengan pria-pria yang rata-rata sembilan tahun lebih tua.
Mereka menemukan bahwa anak-anak perempuan yang hamil bisa mendapat tekanan dari saudara-saudaranya untuk menikah untuk melindungi reputasi keluarga dan dengan harapan menerima dukungan finansial dari ayah sang anak.
"Ibu saya merasa menikah adalah ide yang baik, untuk mengatasi masalah (kehamilan), untuk menghindari gosip yang mungkin menyebar," menurut seorang remaja putri berusia 15 tahun yang hamil dan menikahi pria berusia 20 tahun.