Yahya, remaja 14 tahun yang berhasil melarikan diri dari kelompok ISIS, menceritakan kepada kantor berita AFP bagaimana kelompok militan itu melatih tentara anak, termasuk dirinya.
"Mereka melatih saya bagaimana memegang pedang dengan benar, kemudian bagaimana membunuh. Mereka mengatakan kepala-kepala itu adalah kepala kaum kafir," kata Yahya memulai ceritanya.
Dia menuturkan, ISIS rutin menayangkan video pemenggalan dan para pelatih memberi tahu bahwa suatu saat mereka akan melakukan pemenggalan itu.
Teman-teman Yahya merupakan campuran bocah dan remaja yang berjumlah 120 orang. Usia mereka antara 8 sampai 15 tahun. Mereka diberikan sebuah boneka dan sebuah pedang sebagai bahan latihan untuk mengasah teknik mereka.
Yahya, yang berasal dari kaum minoritas Yazidi, bersama ibu dan adik laki-lakinya beserta ratusan warga Yazidi lainnya ditahan ISIS ketika kelompok itu merebut kota Sulagh. Dia dengan adiknya kemudian dibawa ke Raqqa untuk menjalani pelatihan. Remaja itu diberikan nama Arab untuk menggantikan nama Kurdi-nya. Mereka dipaksa menanggalkan kepercayaan lamanya.
ISIS memburu kaum Yazidi demi untuk memurnikan Irak dari pengaruh kafir.
Warga Yazidi merupakan suku Kurdi yang percaya kepada satu Tuhan dan kepercayaan mereka dikaitkan pada ajaran Zoroaster.
Lima bulan Yahya menjalani sejumlah latihan selama 8-10 jam sehari seperti berolahraga, latihan dengan senjata militer, dan pelajaran kitab suci. Pelatih selalu memberitahunya bahwa Yazidi merupakan kaum "hina" yang harus dimusnahkan.
Selain memenggal, pelatih juga mengajarkan bagaimana menembak dari jarak dekat untuk mengeksekusi tawanan. Bocah-bocah itu saling menyerang dalam latihan. Yahya bahkan harus meninju adik laki-lakinya yang berumur 10 sampai adiknya kehilangan sebuah gigi.
"Jika saya tidak menyerangnya, dia akan menyerang saya," kata Yahya menirukan apa yang disampaikan pelatihnya. "Mereka memukul kami, dan mengatakan hal itu akan membuat kami lebih kuat."
Yahya akhirnya berhasil melarikan diri awal Maret lalu. Ketika para milisi ISIS meninggalkan kamp latihan dan penjaga sedang tertidur, dia bersama adiknya segera melarikan diri. Dia juga mengajak sesama teman Yazidi-nya, tetapi mereka menolak.
Yahya kemudian segera menyelamatkan ibunya yang ditahan ISIS di dekat lokasi pelatihan. Keluarga itu bisa meloloskan diri ke kota Minbaj dan tinggal dengan pasukan kontra ISIS dari Rusia. Pamannya yang tinggal di Irak membayar sejumlah uang kompensasi ke pasukan Rusia itu. Sang paman kemudian membawa keponakan dan ibunya itu tinggal di kota mayoritas Kurdi bernama Dohuk di Irak.
Di Dohuk, Yahya merasa aman. Dia menghabiskan kebanyakan waktunya saat ini dengan menonton televisi. Dia terlihat mudah bersosialisasi, tidak tampak sedikit pun tanda-tanda bahwa dia adalah bekas tentara anak ISIS. Namun, ketika sang paman memberikan sebuah pistol, Yahya dengan mudah memasang dan meletupkannya.