"Kalau soal kesenian-kesenian ini, saya juga belum tahu. Nanti akan kita bicarakan apa yang khas, apa topeng monyet atau apa, enggak tahu. Karena saya sendiri belum pernah lihat ada kesenian (khas) di (wilayah) ini," ujar Tri Djoko, yang menjabat sebagai bupati sejak Januari 2015 dan sudah dipindahtugaskan menjadi Kepala Dinas Tata Air DKI, 3 Juli lalu.
Mulai hilang
Padahal, berdasarkan temuan Kompas di Pulau Kelapa, bentuk seni tradisi itu masih ada dan masih dijalankan dengan penuh semangat oleh anak-anak muda.
Sanggo juga mengatakan, selain pencak silat, sebenarnya ada beberapa tradisi lain khas Pulau Kelapa yang menarik ditampilkan kepada para wisatawan. Namun, karena tak adanya perhatian pemerintah dan perubahan zaman, berbagai tradisi itu lama-lama hilang.
Hal tersebut diakui H Sofyan (62), warga Pulau Kelapa yang pernah menjadi konsultan pariwisata di Kepulauan Seribu pada dekade 1970-an. Salah satu tradisi yang sudah hilang itu, kata Sofyan, adalah acara Ngarak Tujuh, semacam upacara selamatan tolak bala di kalangan para nelayan.
"Dulu itu menjadi tradisi yang dilakukan tiap bulan Safar (bulan kedua dalam sistem penanggalan Islam). Orang-orang berkumpul, kemudian berarak ke tujuh titik untuk berdoa. Di tujuh titik itu kami melantunkan azan," papar Sofyan.
Tradisi lain yang juga sudah hilang adalah tradisi berlayar menggunakan perahu layar. Namun, sejak maraknya penggunaan perahu motor, nelayan-nelayan muda saat ini sudah tak tahu lagi cara-cara menjalankan perahu layar.
"Padahal, seandainya dilestarikan, perahu-perahu layar itu juga bisa jadi atraksi turis," ujar Sanggo.
!break!Berusaha bangkit
Namun, keawaman pemerintah setempat dalam pembangunan budaya itu tak membuat warga menyerah begitu saja. Sebagian warga Pulau Kelapa masih mencoba agar berbagai kekayaan tradisi itu bertahan.
Sanggo menambahkan, sejumlah warga pulau berusaha menghidupkan lagi acara tradisi tolak bala setelah Pulau Kelapa dihantam angin puting beliung tahun 2013 silam.
Nur Fahmi (25), Wakil Ketua Karang Taruna Pulau Kelapa, bersama kawan-kawannya berupaya membangkitkan kembali upacara adat Ngarak Tujuh yang sempat terhenti karena kurangnya kepedulian.
Selain itu, anak-anak muda juga berupaya menghidupkan kembali kesenian tradisional yang hampir punah. Mereka berencana membuat pementasan seni pertunjukan, seperti tari-tarian dan lawak adat untuk menarik minat wisatawan.