Bayangkan perut kunang-kunang bagai kotak hitam penuh bioluminesensi!
Selama 60 tahun, para ilmuwan telah mengetahui apa komposisi utama dalam kotak tersebut, yaitu oksigen, kalsium, magnesium dan zat kimia alami bernama luciferin
Ilmuwan juga telah mengetahui apa yang keluar dari kotak tersebut, yakni photon, atau cahaya berwarna kuning, hijau, oranye dan kadang biru berkedip-kedip, menari di halam rumah saat malam musim panas.
Hingga sejauh ini, reaksi kimia yang memproduksi cahaya merupakan fenomena yang sangat dasar. “Kami inigin mengetahui bagaimana proses biokimia itu bekerja”
Dalam penelitian terbaru, Branchini dan rekan-rekannya menemukan elektron oksigen ekstra yang bertanggungjawab atas bercahayanya kunang-kunang.
Penjelasan konvensional tentang bagaimana kunang-kunang dapat mengubah punggungnya menjadi sebuah suar bioluminesensi selalu menjadi masalah bagi Branchini dan ahli kimia lain.
Secara spesifik, oksigen dan luciferin tidak mungkin bereaksi satu sama lain saat mereka akan perlu untuk menghasilkan cahaya.
Memahami penjelasannya lumayan rumit, tapi analogi sederhana yang dapat digunakan yaitu bahwa apel cenderung hanya membuat reaksi kimia dengan apel, sementara jeruk cenderung hanya membuat reaksi kimia dengan jeruk. Dengan kata lain, oksigen dan luciferin seperti apel dan jeruk.
Percobaan Branchini menunjukkan oksigen yang terlibat dalam cahaya kunang-kunang berbentuk khusus yang disebut anion superoksida. "Anion superoksida adalah bentuk molekul oksigen yang mengandung elektron ekstra," kata Branchini.
Elektron ekstra ini memberikan sifat oksigen dari ‘apel’ dan ‘jeruk’. Inilah yang membuat oksigen dapat menyebabkan reaksi kimia dengan luciferin seperti yang telah diduga oleh ilmuwan.
Dia menambahkan bahwa anion superoksida ini bisa menjadi cara Bioluminesensi bekerja di alam, dari plankton ikan laut dalam.
Serangga Bercahaya Dalam Botol
"Bagi saya, kimia, ini adalah satu-satunya cara masuk akal," kata Stephen Miller, seorang ahli biologi kimia di University of Massachusetts Medical School yang juga mempelajari luciferin dan potensinya untuk kesehatan manusia.
Miller, yang tidak terlibat dengan penelitian, mengatakan penting untuk terus mempelajari luciferin dan bioluminesensi karena mereka berpotensi untuk diaplikasikan dalam obat.
Misalnya, awal tahun ini, Miller menjadi bagian dari sebuah tim yang mendeteksi enzim luciferin tertentu di otak tikus hidup, yang suatu hari nanti bisa menawarkan dokter jendela lain ke dalam otak manusia.
Luciferin kunang-kunang sudah terbukti menjadi alat yang berguna dalam pencitraan tumor manusia dan mengembangkan obat melawan kanker, kata penulis utama Branchini.
Pada akhirnya, "kami hanya ingin tahu bagaimana alam bekerja," katanya. "Masalah dapat diterapkan atau tidak, itu menyusul."