Berburu Air dari Batang Pohon Pisang

By , Selasa, 4 Agustus 2015 | 12:30 WIB

Markus Antonius Nurak (24), setiap pagi dan sore, meletakkan jeriken isi 5 liter di samping batang pisang yang dilubangi di bagian pangkalnya di ladang. Di lubang itu dipasang belahan bambu untuk mengalirkan tetes demi tetes air ke jeriken.

Satu jeriken air ini diperoleh selama hampir 15 jam. Kalau jeriken diletakkan pukul 18.00 Wita, esok pagi sekitar pukul 09.00 Wita jeriken sudah penuh air, tetapi itu pun tergantung dari besar kecilnya batang pisang. Jika batang pisang kerdil, tidak sampai satu jeriken,” kata Markus, warga Desa Iligay, Kecamatan Lela, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, minggu lalu.

Markus sering kali harus meninggalkan pekerjaannya sebagai pengojek untuk menunggui tetesan air dari batang pisang memenuhi jerikennya, dari pagi sampai siang. Dia harus mengontrol posisi jeriken agar tidak miring atau roboh. Dia juga harus menjaga air yang tertampung di jeriken agar tidak diambil orang lain. Setelah jeriken penuh air, barulah anak pasangan Agustinus Nikolaus dan Angelina Mercy itu pulang.

Saat Markus mencari penumpang, adik bungsunya, Maria Florensa (10), yang menggantikannya. Maria pun harus bolos sekolah untuk menunggui tetesan air dari batang pisang memenuhi jeriken.

Air itu terutama digunakan untuk minum dan memasak. Kepala Dusun Bauletet, Desa Iligay, 25 kilometer arah barat daya Maumere, Yohanes Petrus Puan mengatakan, kebutuhan untuk mandi dan mencuci bisa ditangguhkan sampai satu pekan. Namun, untuk minum dan memasak harus selalu tersedia setiap saat.

!break!

”Kami mandi dan mencuci pakaian hanya sekali dalam satu pekan pun tak masalah, yang penting bisa minum dan memasak. Kalau orang dewasa, mereka bisa tahan haus, tetapi anak-anak tidak bisa tahan haus, apalagi di tengah terik matahari yang menyengat,” ujar Yohanes.

Karena kesulitan mendapatkan air bersih, tak jarang anak-anak pergi ke sekolah tanpa mandi terlebih dahulu. Sebanyak 2.433 warga Desa Iligay saat ini kesulitan mendapatkan air bersih. Mata air terdekat yang berjarak sekitar 5 kilometer dari desa itu pun lokasinya sulit karena harus melalui tebing yang curam.

Warga yang punya uang cukup dapat mendatangkan mobil tangki air dari Maumere dengan harga Rp 450.000-Rp 1 juta per tangki, tergantung dari negosiasi, jarak, dan waktu. Jika permintaan air bersih itu mendadak pada malam hari, harga air naik hingga Rp 1 juta per tangki.

Karena itu, saat kemarau tiba, warga bergerak dengan berbagai cara mendapatkan air bersih untuk kebutuhan minum, memasak, mencuci, dan mandi. Paling utama adalah mendapatkan untuk minum. Jika masih ada kelebihan, dipakai untuk memasak, mandi, dan mencuci.

Anak sekolah, remaja, dan orangtua terlibat untuk mencari air dengan berbagai upaya hingga ke hutan.

Berburu air

Perburuan air bersih itu berlangsung sejak desa itu terbentuk tahun 1950-an.

Pekerjaan memburu air tersebut merupakan pemandangan umum di Desa Iligay. Hampir tidak ada mata air di desa itu. Kalaupun ada, sudah kering atau debit airnya sangat sedikit.