KLHK Gencarkan Metode 'Manado' Menambang Emas Tanpa Merkuri

By Dok Grid, Senin, 28 September 2015 | 09:00 WIB
Keterangan foto (ki-ka): Penasihat Senior KLHK Prof Hariadi Kartodiharjo, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Purwadi Soeprihanto, General Manager PT Wana Bakti Persada Utama (WBPU) Eka Kusdiandra Wardhana, Direktur Utama PT Gunung Gajah Abadi Totok Suripto dan Direktur Pr (YKAN)

Berikutnya, proses separasi gravitasi, yakni mendulang emas. Beberapa peralatan bisa digunakan, paling sederhana dulang. Peralatan lain bisa meja goyang maupun sentrifugal. Bila pakai dulang, harus pelan-pelan agar emas tidak terikut lumpur.

Dari mendulang,  dihasilkan emas kecil dan halus, biasa disebut emas debu, yang tidak bisa tertangkap bila menggunakan mercuri. “Itulah mengapa pakai ijuk hasil bisa dua kali lipat.”

Selesai mendulang, emas dipindahkan ke pembungkus plastik. Proses terakhir peleburan. Emas dibakar menggunakan borax agar tidak terlalu lengket. Selain peleburan, emas bisa diperoleh dengan melarutkan dalam cairan asam (sianida).

Sayangnya,  sianida bersifat mematikan dan harus ditangani dengan hati-hati, meskipun bisa terurai menjadi karbon, hidrogen dan oksigen dalam jangka waktu tertentu.

Kini YTS, sedang membangun pusat ujicoba penggunaan ijuk sebagai ganti merkuri di Desa Kebon Sari, Pacitan. Ini wilayah penambangan rakyat. Hasilnya, akan dipublikasikan pada Desember 2015.

“Bukan mudah memperkenalkan teknologi kepada penambang. Pasti ada transisi. Bila tak mungkin langsung bebas merkuri, setidaknya tidak tambah merkuri dalam konsentrat. Kita harus cari solusi bersama mengatasi maraknya penggunaan merkuri,” ucap Sumali.

!break!

Inilah bahaya mercuri

Merkuri merupakan logam berat berwarna perak, berbentuk cair dalam suhu ruangan, mudah menguap dan tidak mudah terurai. Paparan air raksa berdampak sangat serius bagi tubuh manusia, dari keracunan hingga gangguan kesehatan permanen alias tidak dapat disembuhkan.

Mercuri dapat menyebabkan gangguan tidur, nyeri dada, iritasi, kulit terbakar, gusi bengkak dan berdarah, serta air liur berlebihan. Pada paparan lebih tinggi dapat memunculkan gejala mati rasa dan kesemutan, tremor dan gangguan koordinasi anggota gerak, penglihatan dan pendengaran berkurang, pikun, dan perubahan kepribadian.

Raksa juga dapat mengakibatkan cacat mental dan kesulitan belajar, kelumpuhan otak, kejang-kejang, lumpuh kayu, tremor (gemetar), dan kurang koordinasi tubuh, juga kerusakan penglihatan dan pendengaran pada bayi yang belum lahir jika sang ibu terpapar. Selain itu, air mercuri bisa terkandung dalam air susu ibu, yang mengakibatkan bayi baru lahir makin terpapar.

Orang-orang dan masyarakat yang langsung terpapar mercuri melalui pekerjaan mereka dan industri lokal paling berisiko. Janin, dan anak-anak kecil sangat sensitif paparan mercuri karena sistem syaraf mereka masih rawan. Karena itu, ibu-ibu baru melahirkan, ibu-ibu hamil dan calon ibu hamil harus waspada bahaya air raksa.

“YTS konsen mencegah penggunaan mercuri di Indonesia,” kata Sumali. Mereka sedang mendistribusikan peralatan daur ulang mercuri di beberapa daerah di Kalteng. “Untuk mengurangi pencemaran raksa dari penambangan emas skala kecil.”

Program raksa YTS sudah mengurangi pencemaran mercuri di desa-desa di enam kabupaten, di Kota Palangkaraya. “Kami mulai sejak 2006 di Katingan. Lebih lima tahun, peralatan kami berhasil mencegah 15.000 kilogram emisi mercuri ke lingkungan. Dengan menyediakan teknologi sederhana, murah, dan cocok bagi mereka yang terlibat.”