Explorer's Day Puncak Perayaan Satu Dekade National Geographic Indonesia

By Dok Grid, Senin, 19 Oktober 2015 | 18:00 WIB
Putri Handayani berhasil menjadi orang Indonesia pertama yang mencapai titik paling selatan Bumi melalui Ekspedisi Road to The Explorer’s Grand Slam 'Antartic-8'. (JELAJAH PUTRI)

“Untuk pertama kalinya dalam sejarah kami,” ujar Didi Kaspi Kasim selaku Editor in Chief National Geographic Indonesia, “sampul majalah National Geographic Indonesia edisi November 2015 tidak menampilkan foto. Sampul ini merupakan salah satu ekspresi keprihatian kami soal dampak perubahan iklim yang terjadi.”

Didi, yang juga menjabat sebagai salah satu National Geographic’s Board of Committee Asia’s Grant Program, menyampaikan pemeriannya dalam acara Explorer’s Day di pelataran Bentara Budaya Jakarta, Minggu malam (18/10).

Pada malam itu juga, diluncurkan edisi spesial majalah National Geographic Indonesia yang bertemakan perubahan iklim yang terbit pada November 2015. Tema ini dipilih untuk mengingatkan kita tentang apa yang sesungguhnya sedang terjadi pada Bumi, sekaligus menyambut UN Climate Change Conference yang digelar di Paris, Prancis,  pada November.

Edisi ini terbit untuk November 2015, namun telah beredar pada minggu ketiga Oktober. Tema ini dipilih untuk mengingatkan kita tentang apa yang sesungguhnya sedang terjadi dengan Bumi, sekaligus menyambut UN Climate Change Conference yang digelar di Paris, Prancis,  pada November mendatang.  

Penampilan nan memukau dari sinden turut memeriahkan ulang tahun National Geographic Indonesia di Bentara Budaya Jakarta, Minggu (18/10). (Yunaidi/National Geographic Indonesia)

Penampilan sampul edisi November itu sungguh di luar kebiasaan. Sampul berlatar kuning, namun tidak menyuguhkan foto maupun citra kotak kuning khas National Geographic yang membingkainya. Hanya untaian teks warna hitam berukuran besar, “Maaf. Tak ada gambar indah untuk perubahan iklim,” menjadi tajuk pembukanya. Kemudian diikuti sebaris teks warna merah yang mempertanyakan kepada diri kita sendiri, “Mampukah kita bertahan?”

National Geographic meyakini bahwa perubahan iklim yang mengancam Bumi merupakan salah satu akibat kegandrungan manusia akan bahan bakar fosil. Sajian konten pada edisi spesial ini memberikan gambaran upaya warga di berbagai belahan Bumi untuk mengatasi dan menyikapi perubahan iklim—termasuk panduan. Sebagian akan mengungkap kisah kehidupan warga di pesisir Jakarta tentang kesiapan dan upaya mereka jelang petaka amblesnya daratan dan meluapnya laut.

Pengunjung menyaksikan pameran foto dan ilustrasi yang telah diterbitkan oleh majalah National Geographic Indonesia dan National Geographic Traveler Indonesia di Bentara Budaya Jakarta, Minggu (18/10). Pameran ini merupakan rangkaian dari kegiatan "Explorers Day" dalam rangka memperingati 10 tahun majalah National Geographic terbit dalam Bahasa Indonesia. (Yunaidi/National Geographic Indonesia)

Acara Explorer’s Day diawali dengan Bincang Foto Frame Fotokita, komunitas fotografi di bawah payung National Geographic Indonesia, yang menampilkan tema definisi ruang publik dalam ranah fotografi. Pewarta foto Kompas dan Ketua PFI Lucky Pransiska dan pengamat media dan komunikasi Dr. Rulli Nasrullah, keduanya menjadi pembicara dalam forum tersebut.

Pada kesempatan ini karya-karya fotografer National Geographic Indonesia turut dipamerkan. Di ruangan paviliun digelar pameran senarai masa selama satu dekade seputar kisah tentang Nusantara yang pernah diterbitkan majalah ini dan majalah National Geographic Traveler.

Dr. Rulli Nasrullah, pengamat media dan komunikasi serta Lucky Pransiska, fotografer harian Kompas saat bincang foto Frame FK terkait mendefenisikan ruang publik dalam fotografi di Bentara Budaya Jakarta, Minggu (18/10). (Yunaidi/National Geographic Indonesia)

Empat penerima hibah National Geographic Young Explorer turut hadir dan memberikan kisah pengalaman penelitian mereka dalam Young Explorers Talkshow. Mark Phuong, asal Amerika Serikat, memberikan pemaparan penelitiannya tentang keong racun di wilayah laut Indonesia. Kemudian Robert Rodriguez Suro, asal Puerto Riko, yang berkisah tentang orang utan di Kalimantan. Prasenjeet Yudav, asal india, menampilkan penelitiannya seputar habitat di Shola, kawasan pegunungan di India selatan. Lalu, foto cerita transisi kebudayaan orang-orang pribumi di Filipina yang merupakan hasil pengamatan Hannah Reyes.