BanLec, Protein Anti Virus dari Pisang

By , Senin, 26 Oktober 2015 | 09:00 WIB

Pisang adalah salah satu makanan yang baik dari semua sumber jenis vitamin dan mineral. Pisang dapat pula mengatasi rasa depresi, menangkal kram otot, menurunkan tekanan darah dan melindungi dari serangan jantung.

Sekarang, pisang bisa memberikan perlawanan baru terhadap virus.

Menurut sebuah studi yang baru-baru ini diterbitkan, protein yang ditemukan dalam pisang dikenal sebagai lektin - atau, dikenal dengan istilah BanLec - sedang dalam proses diteliti menjadi obat yang suatu hari nanti dapat digunakan untuk melawan infeksi virus.

Tampil untuk melawan sejumlah virus agresif, protein BanLec menempel pada molekul gula yang mengeluarkan virus dari sel, mencegah infeksi.

Tetapi ketika para ilmuwan mengisolasi protein untuk uji coba terapi, BanLec juga menyebabkan iritasi dan peradangan, sehingga tim internasional mempelajari kembali protein tersebuy, mengidentifikasi bagian yang menyebabkan efek samping.

Sedikit bermain-main dengan genetik, mereka mengembangkan versi BanLec, yang tersisa dari protein anti-virus tapi tanpa merespon imun.

Melaporkan dalam jurnal Cell, tim peniliti mengatakan, jika BanLec bisa menjadi salah satu agen antivirus spektrum luas pertama untuk mengobati berbagai virus, termasuk HIV, hepatitis dan bahkan flu burung.

Co-senior penulis David Markovitz, dari Universitas Michigan di Ann Arbor, memperingatkan bahwa Anda tidak bisa mendapatkan manfaat dari BanLec dengan makan sesisir pisang.

"Ingat, ketika Anda makan pisang, maka protein yang tidak kita ubah, yakni protein alami - itu mungkin akan dikunyah oleh asam lambung. Jadi kami sangat meragukan bahwa makan pisang akan membantu Anda,"kata Markovitz.

Markovtiz mengatakan versi baru dan lebih baik dari BanLec harus disuntikkan.

Awalnya, Markovitz mengatakan, protein pisang itu sedang diselidiki sebagai mikrobisida. Perempuan dapat menggunakannya sebelum berhubungan seks, sebagai krim atau gel untuk melindungi mereka terhadap infeksi HIV.

Tetapi BanLec lebih ditujukan untuk melawan sejumlah virus, yang menyebabkan mereka hancur jika mereka tidak dapat menginfeksi sel-sel.

Pada titik ini, Markovitz mengatakan tidak ada rencana untuk melakukan uji klinis pada manusia.