Mungkinkah Nenek Moyang Orang Sumatera Berasal dari Mendale?

By , Kamis, 19 November 2015 | 14:00 WIB
Replika fosil di Ceruk Mendale (Syafrizaldi)

Saya tak sabar untuk mengamati kerangka-kerangka itu lebih dekat.  Tangan saya mencoba menjamah batu yang menindih kerangka itu.  Permukaannya lebih halus dengan tekstur yang tidak sama dengan bebatuan kapur di sekitarnya.

Bunyi tong kosong terdengar dari batu itu ketika saya mencoba mengetuknya.  Nyatanya, batu itu hanyalah sebuah replika terbuat dari bahan gipsum.  Berikut juga imitasi fosil kerangka manusia itu, semuanya terbuat dari gipsum.

Imran tersenyum ketika saya menceritakan pengalaman itu padanya.  Dia membenarkan, semua fosil yang ada di ceruk itu terbuat dari gipsum.  Balai Arkeologi Medan telah menggali beberapa bagian dan membawa spesimen aslinya ke Medan, Sumatera Utara.

Informasi lain yang saya dapatkan dari penjelajahan dunia maya menyebutkan, eskavasi yang dilakukan tiga tahun lalu membenarkan adanya temuan fosil manusia purba di seputar danau Lut Tawar, takengon.!break!

Ada satu ceruk lain yang juga sudah diteliti.  Ceruk Ujung Karang, tak jauh dari lokasi itu. Tempatya agak menjorok ke pinggiran bukit kapur.

Peneliti Balai Arkeologi Medan, Taufiqurrahman Setiawan menyebutkan ceruk ini merupakan pusat aktivitas untuk beberapa kegiatan, termasuk lokasi tempat tinggal, kegiatan industri, dan juga Lokasi penguburan.

“Dari hasil ekskavasi, ceruk Mendale merupakan salah satu situs masa mesolitik. Ditandai dengan adanya temuan beliung persegi serta gerabah yang merupakan salah satu ciri utama budaya periodisasi tersebut,” jelasnya dalam hasil riset berjudul Sistem Penguburan Berlipat Takengon.

Masa mesolitik merupakan sebuah rentang waktu yang diyakini pada kisaran 5200 hingga 3850 tahun sebelum masehi.  Pada masa itu, terjadi peralihan peradaban dari berburu dan mengumpul menjadi menetap dan mengembangkan teknik bercocok tanam.

Riset ini menarik karena ceruk ini ternyata juga digunakan oleh manusia setelah periode itu.  “Adanya temuan keramik dari Tiongkok memberikan bukti bahwa adanya pemanfaatan ulang ceruk ini sebagai lokasi hunian atau persinggahan,” lanjut Taufiqurrahman.

Pengetahuan saya yang minim tentang arkelogi merambah pada gambaran tentang kehidupan manusia gua.  Mereka hidup dalam kelompok-kelompok kecil dan pertarungan antar klan.  Mungkin ini juga terjadi di ceruk Mendale, siapa tahu?

Saya membayangkan bagaimana menusia prasejarah itu hidup dari berburu binatang di perbukitan kapur.  Lalu mencari ikan di pinggiran danau Lut Tawar dan tidur dalam kehangatan api unggun di dalam ceruk.  Mungkinkah ini nenek moyang orang Sumatera?