Umat Buddha, memanjatkan doa di masing-masing bagian di dalam vihara. Tulisan berhuruf kanji menghiasi di banyak tempat. Bu Ngatiyem menggeleng ketika saya meminta dia menerangkan arti dari tulisan-tulisan tersebut.
Vihara, kata Bu Ngatiyem, banyak didatangi biksu dari berbagai daerah. Terutama dari medan dan kota besar lainnya. Para biksu datang untuk memimpin doa bersama.
“Ini barusan lepas imlek, jadi tak banyak kegiatan lain. Biasanya ramai anak-anak dan orang dewasa datang untuk berdoa,” katanya.
Menurutnya, vihara dibangun sejak tahun 1964. Dulunya ini hanya rumah salah seorang jemaat Buddha berdarah tionghoa. Rumah itu akhirya diserahkan kepada pengurus vihara dan dijadikan tempat ibadah.
“Disini lebih damai. Ndak ada ribut-ribut soal agama. Sebelah aja gereja, di simpang tiga ada mesjid,” imbuhnya.