Para Kolektor Telusuri Puing Pertempuran Asia Pasifik di Rimbanya Biak

By Galih Pranata, Senin, 6 Desember 2021 | 16:00 WIB
Pulau Noemfoor, Dutch New Guinea, 3 Juli 1944. Resimen penerjun Amerika Serikat berjalan di sepanjang bandara Kamiri setelah mendarat. Setelah fasilitas militer ini diperbaiki, pesawat Kittyhawk Australia beroperasi dari Kamiri. Fotografer: John Thomas Harrison. (Australian War Memorial)

Nationalgeographic.co.idAlberth Wakum dianggap 'kurang kerjaan' oleh sebagian orang yang kerap kali mengejeknya, karena sering mengumpulkan barang-barang yang orang anggap hanya sebagai sampah.

"Wakum berharap suatu hari nanti bisa membuka museum yang memamerkan penemuannya," tulis Dera Menra Sijabat dan Richard C. Paddock.

Mereka menulis untuk The New York Times dalam artikelnya berjudul 'Call Me Dog Tag Man': Pacific Island Is Full of War Relics and Human Remains, yang dipublikasikan pada 2 Desember 2021.

Lebih dari 75 tahun setelah Pertempuran Biak berakhir, para kolektor masih menemukan sisa-sisa pertempuran.

"Orang-orang memanggil saya Dog Tag Man," kata Alberth Wakum kepada Dera dan Richard. Pria berusia 58 tahun itu merupakan seorang kolektor yang gemar mencari dan menemukan sisa-sisa peninggalan perang yang paling bersejarah di dunia, Perang Pasifik.

"Saya melestarikan bukti sejarah dan menjaganya agar tidak punah," tambahnya lagi. Baginya, benda-benda yang ia temukan, akan sangat bermanfaat di kemudian hari.

Selain itu, ia juga menemukan mortir dan granat tangan yang kemudian dipajang di ruang tamunya. Koleksinya mencakup berbagai jenis amunisi, masker gas, helm AS dan Jepang, dan ratusan barang lainnya.