Aktivisme hingga Petualangan: Antara Gie, Pendakian, dan Semeru

By Galih Pranata, Minggu, 12 Desember 2021 | 16:00 WIB
Gie (seorang yang menduduki temannya dalam foto) bersama dengan mahasiswa pecinta alam, dalam pendakian Gunung Galunggung. (Catatan Sang Demonstran)

Bersama dengan rekan-rekan terdekatnya, berlibur adalah cara merekatkan satu dengan lainnya, membantunya menelaah banyak hal dari perjalanannya mendaki ke tempat-tempat yang tinggi dan memancarkan keindahan semesta.

Sampai pada akhirnya Semeru mendekapnya di kedinginan. Waktu itu bulan Desember 1969, cuaca dingin menyelimuti seluruh tubuh gunung dan desa-desa di sekelilingnya.

"Tepat di ulang tahunnya yang ke-27 tahun, udara dingin tak menjadi masalah bagi pemuda berperawakan kecil untuk mendaki Semeru," tulis Syamsudin NM., kepada Hai, pada bulan Agustus 1983.

Soe Hok Gie di puncak gunung Semeru. (Catatan Sang Demonstran)

 "Semuanya sudah digariskan, pemuda berperawakan kecil itu telah dipanggil-Nya. ia tiada (meninggal dunia), gas beracun di pucuk gunung Semeru menjebaknya," lanjut Syamsudin dalam memoarnya.

Ia dinyatakan tewas di usianya ke-27 tahun dalam dekapan dinginnya Semeru. Banyak sumber mengisahkan kematiannya terjadi akibat gas beracun yang dikeluarkan puncak Mahameru. Meski telah tiada, Gie tetap dikenang dalam sejarah.

Baca Juga: Letusan Gunung Semeru Sulit Diprediksi karena Dipicu Faktor Eksternal

Diantara sekian banyak gunung, Semeru jadi pendakian terakhirnya. Mencintai alam dan Gie telah kembali kepadanya, meninggalkan dunia di tengah semesta alam yang ia kagumi dalam catatan perjalanan pendakian semasa hidupnya.

"Gie adalah sosok yang selalu memikirkan Indonesia, tidak hanya karena alamnya yang indah, tetapi juga rakyatnya," ulas Hidayat Sudanarti kepada Optimis dalam tulisan Gie, pada tahun 1983.