Ternyata, Perempuan di Masa Majapahit Lebih Bebas Berekspresi

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Sabtu, 11 Desember 2021 | 15:00 WIB
Cerita Panji pada relief Candi Panataran, Jawa Timur. Terlihat, perempuan Majapahit digambarkan memiliki kebebasan berekspresi, mulai dari berpakaian kemben, surban, selendang, hingga menjadi pusat cerita. (Atina Winaya/Puslit Arkenas)

Baca Juga: Tradisi Mengikat Kaki yang Menimbulkan Dilema bagi Perempuan Tiongkok

Secara pakaian, wanita pada masa klasik tua digambarkan menampilkan payudaranya. Kemben atau kain yang menutup dada hingga kaki baru dikenakan pada masa Majapahit, walau tak sedikit juga sebenarnya sosok-sosok yang digambarkan masih menampilkan payudaranya.

Walau Islam muncul dengan ajaran menutup aurat seperti payudara, bukan berarti kemben ada karena dampak itu. Kemben muncul sejak awal Majapahit dan dinilai sebagai gaya berpakaian yang lebih varatif.

Gaya berpakaian lainnya yang muncul berdasarkan pengamatan Wina ada pada penggunaan selendang yang berada di sebelah kiri, memakai surban, rambut yang terurai panjang, hiasan, atau lebih variasi dalam mengekspresikan dirinya. Berbeda dengan di Jawa Tengah yang cenderung menampilka perempuan secara seragam.

 "Seperti tahun 90-an, orang menggunakan celana cutbray, itu kan sesuatu fashion yang berkembang. Mungkin ketika itu [di Majapahit] perempuan-perempuannya itu menggunakan selendang di sebelah kiri itu bisa jadi karena tren, tapi alasan detailnya kita belum tahu kenapa," jelasnya.

Baca Juga: Selidik Agama dan Kepercayaan Masyarakat pada Era Kerajaan Majapahit

Hal lainnya yang menggambarkan sosok wanita adalah pada arca. Meski demikian, Wina menguraikan, arca bukanlah gambaran realitas atau cerita masyarakat masa itu, sebab pembuatnya harus mendalami agama dengan "pakem-pakem khusus" yang ada pada kitab seperti Silpasastra.

Maka, patung seperti perempuan yang ditampilkan dengan dada terbuka sebenarnya hanyalah orang-orang khusus, seperti dewa-dewi atau raja dan ratu. 

Arca dewi Parvati, wujud raja perempuan pertama Majapahit bernama Tribhuwana Wijayatunggadewi. ()

Penggambaran dalam tokoh arca pun dibentuk lewat pemahaman lain dengan halo, riasan berlebih, termasuk busana perempuan yang dadanya terlihat. Salah satu contohnya adalah ratu Majapahit Tribhuwana Wijayatunggadewi.

Perempuan pada masa Majapahit tidak hanya berperan di ranah domestik. Mereka muncul di berbagai ranah sosial, menjadi ratu, dan menjadi sosok yang dihormati, tidak seperti pandangan konco wingking yang belakangan muncul di kebudayaan Jawa modern. Hal itu dijabarkan oleh arkeolog Titi Surti Nastiti kepada National Geographic Indonesia tahun 2020.

Wina juga sepakat, bahkan berdasarkan catatan-catatan yang ditemuinya, perempuan Majapahit pun diketahui menjadi pendeta dan pedagang yang membuatnya berdaya. Namun belum diketahui apakah pemahat arca dan relief dilakukan oleh perempuan karena buktinya masih minim.

Baca Juga: Kuasa Perempuan Sepanjang Riwayat Kerajaan-Kerajaan Jawa Kuno