Bukan <i>Hoax</i>, Kursi Roda dari Indonesia Benar-benar Bisa Digerakkan Pikiran

By , Sabtu, 9 Juli 2016 | 12:00 WIB

Sinyal otak tak seperti sinyal jantung yang rata-rata detaknya sudah diketahui. Sinyal otak cenderung random sehingga harus diekstrak dan diidentifikasi. Identifikasi salah satunya berdasarkan frekuensi. Misalnya, untuk gerakan maju, frekuensinya 9 hertz. Maka dari itu, perangkat lunak harus bisa mengidentifikasi sinyal pada frekuensi itu.

Identifikasi itu punya tantangan sebab banyak noise dalam sinyal otak. Jika selama fokus bergerak lantas pengguna, misalnya, sekadar berkedip, frekuensinya sudah akan berbeda sehingga menyulitkan gerakan.

Arjon menyebutkan, "Kursi roda EEG ini adalah yang paling canggih di Indonesia."

Kini, pengembangannya masuk tahun keempat. Program pada tahun ini adalah menguji coba fungsi kursi roda secara terbatas sambil terus menyempurnakannya.

"Kami sudah bekerja sama dengan Rumah Sakit Hasan Sadikin dan ITB (Institut Teknologi Bandung) untuk tahap uji coba ini," Kata Arjon.

Kemungkinan, produk ini bisa selesai dikembangkan dalam 2-3 tahun ke depan.  Menurut Arjon, perlu sinergi dalam pengembangan teknologi seperti kursi roda EEG. Bukan hanya lembaga penelitian dan universitas yang perlu terlibat. Industri juga.