"Barangkali lebih baik tidak kita lanjutkan hal ini sekarang," ujar Soekarno.
Protes terhadap perilaku Soekarno juga diperlihatkan imam masjid. Sejumlah tamu bahkan disebut meninggalkan ruangan karena enggan terlibat debat. Tetapi, Soekarno tetap pada pendiriannya.
"Persetan tuan-tuan semua. Saya pemberontak dan akan selalu memberontak. Saya tidak mau didikte di hari pernikahan saya," ujar Soekarno.
Pernikahan itu kemudian tetap berlangsung setelah Soekarno menenangkan diri. Saat menenangkan diri itu, jari Soekarno terbakar saat menyalakan korek api ketika akan merokok untuk meredakan ketegangan.
Soekarno pun memaknai itu sebagai sebuah firasat tidak baik dalam pernikahannya dengan Oetari.
Tak "disentuh"
Setelah menikah, hubungan Soekarno dengan Oetari tidak terlihat semakin mesra. Bahkan, Soekarno dan Oetari disebut tidak menikmati bulan madu. Firasat buruk Soekarno pada hari pernikahannya mulai terlihat nyata.
Soekarno makin sibuk dengan aktivitas politiknya, termasuk ikut ke mana pun Tjokro pergi. Pria yang akan menjadi Presiden pertama Indonesia itu mulai berpidato menggantikan Tjokro, saat Tjokro berhalangan.
Soekarno dianggap memahami pernikahannya dengan Oetari sebagai "kawin gantung". Salah satu alasan Soekarno, Oetari dianggap terlalu muda.
Dalam otobiografi Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, kepada Cindy Adams, Soekarno bahkan mengatakan tidak pernah "menyentuh" Oetari. Siti Oetari tetap dijaganya dalam keadaan "suci".
Namun, ini bukan berarti karena Soekarno tidak menyayangi Oetari. Saat Oetari sakit, Soekarno panik dan merawat Oetari sepenuh hati. Soekarno merasakan sayang, dan bukan birahi.
"Berkali-kali aku mengelap tubuhnya yang panas dengan alkohol dari ujung kepala sampai ke ujung jari kakinya. Namun, tidak sekali pun aku menjamahnya," tutur Soekarno.
Soekarno menyayangi Oetari karena menganggapnya seperti adik sendiri.
"Kami tidur berdampingan di satu tempat tidur, tetapi secara jasmaniah kami sebagai kakak beradik," ucap Soekarno.
Namun, pengakuan Soekarno itu diragukan penulis buku biografi Soekarno, Lambert Giebels. Menurut Giebels, Oetari yang secara fisik memiliki daya tarik dan masih muda tidak mungkin didiamkan Soekarno.
"Bahwa apa yang dikatakan (Soekarno) pada otobiografi itu adalah penghinaan bagi Oetari yang manis dan menarik itu," ucap Giebels, dikutip dari buku Istri-istri Soekarno.