Temuan Anting Emas Diduga Hadiah Kaisar Bizantium Kepada Suku Viking

By Maria Gabrielle, Rabu, 15 Desember 2021 | 14:00 WIB
Anting emas ini diklaim para ahli berusia 1.000 tahun. (Facebook / Nationalmuseet)

Nationalgeographic.co.id—Anting emas berusia ribuan tahun telah ditemukan di Denmark. Para ahli mengklaim anting ini telah diberikan oleh Kaisar Bizantium kepada kepala suku Viking 1.000 tahun yang lalu.

Perhiasan dari emas ini berasal dari abad ke-11 dan benar-benar unik karena belum pernah terlihat sebelumnya di negara-negara Nordik. Dilansir dari Daily Mail, anting ditemukan di sebuah lapangan dekat Bøvling, Jutland Barat, Denmark menggunakan alat pendeteksi logam.

Penemu akting ini adalah seorang pria bernama Frants Fugl Vestergaard berusia 54 tahun. Beliau memang kerap berburu danefæ – emas atau perak di bumi tanpa pemilik. Saat detektornya mengeluarkan bunyi samar, dia mengambil segumpal tanah, menghancurkannya dengan tangan dan mendapati adanya perhiasan di sana.

“Anda selalu mendambakan untuk menemukan sesuatu yang indah, penemuan top, dan kemudian Anda tiba-tiba memilikinya di tangan Anda. Ini benar-benar tidak terbayangkan,” ujar Frants Fugl Vestergaard kepada Museum Nasional.

Diperkirakan anting pada awalnya dibuat di Bizantium atau Mesir dan merupakan bukti potensial bahwa Viking memiliki koneksi di sekitar Mediterania. Kekaisaran Byzantium, tahun 395 hingga 1204 dan 1261 hingga 1453, juga dikenal sebagai Kekaisaran Romawi Timur, sebuah peradaban kuat yang berbasis di Konstantinopel.

Kini anting tersebut sedang dipamerkan di pameran Viking di Museum Nasional Denmark, ‘Togtet’ yang diterjemahkan sebagai ‘The Cruise’ semua tentang perjalanan Viking ke Timur Tengah. Para ahli sejauh ini tidak dapat menemukan anting serupa yang mungkin pasangan dari anting tersebut.

“Ini benar-benar unik bagi kami, kami hanya tahu 10 sampai 12 spesimen lain di seluruh dunia dan belum pernah ditemukan di Skandinavia sebelumnya,” kata Peter Pentz, inspektur di Museum Nasional Denmark kepada Daily Mail.

“Kami berharap menemukan perhiasan yang bergitu bagus dan tidak ternilai harganya seperti ini bersama dengan harta emas yang besar atau di makam kerajaan, bukan di sembarang ladang di Bøvling,” lanjutnya.

Perhiasan telinga ini berbentuk bulan sabit yang ditutupi dengan enamel yang dibuat dengan teknik khusus melibatkan pemecahan dan pembubutan kaca. Sebelum melelehkannya dengan logam sehingga menjadi tidak tembus cahaya. Motif enamel pada anting berupa dua burung di sekitar pohon atau tanaman yang melambangkan pohon kehidupan.

Baca Juga: Bluetooth Berasal dari Nama Raja Viking yang Mati Seribu Tahun Lalu

Anting ditemukan oleh seorang pria berusia 54 tahun menggunakan metal detector. (Facebook / Nationalmuseet)

Jenis perhiasan ini dikenal terutama dari Muslim Mesir dan Suriah, serta dari Bizantium dan Rusia. Dalam hal gaya dan pengerjaan, anting ini mirip dengan Salib Dagmark, peninggalan Bizantium abad ke-11 atau ke-12.

Anting dan Salib Dagmark diperkirakan berasal dari Zaman Viking atau Abad Pertengahan paling awal. Kemungkinan besar tidak diperdagangkan tetapi disumbangkan oleh raja dan kaisar. Itu menjelaskan mengapa Salib Dagmark ditemukan di kuburan ratu, di Gereja St. Bendt, Ringsted, Denmark pada tahun 1683.

Sebaliknya, harta karun baru ini ditemukan di sebuah ladang, tanpa adanya situs Viking yang dikenal di dekatnya. Jadi, mengapa anting tersebut bisa ada di sana masih menjadi misteri.

Adapun satu penjelasan bagaimana hal itu bisa terjadi, mungkin karena banyak orang Viking pergi berperang untuk kaisar Bizantium yang memiliki pengawal dari Skandinavia. Kisah-kisah Islandia menunjukkan bahwa tentara bayaran pulang dari Timur membawa sutra dan senjata. Dikatakan bahwa kaisar kadang-kadang menyumbangkan hadiah bagus untuk pengawalnya.

Jadi, anting tersebut bisa saja diberikan secara pribadi oleh kaisar kepada seorang Viking yang dipercaya sebagai pengawal dan kemudian hilang dalam keadaan yang tidak diketahui di Denmark.

Baca Juga: Penemuan Terbaru Patahkan Mitos Tentang Pembuatan Kapal Viking

Penampakan bentuk anting emas. (Facebook / Nationalmuseet)