Pantai Labuana mulai ramai dikunjungi satu tahun belakangan ini. Pengunjung mendapatkan informasi awal di media sosial, lalu tersebar dari mulut ke mulut.
Penduduk setempat pun menyambut perubahan di desa mereka itu. Sejak Pantai Labuana dikunjungi, mereka membuka kios yang menjual air minum kemasan, nasi, dan es kelapa muda.
Ikan segar sangat mudah didapat di tempat dengan harga yang murah. Kios-kios juga menjual arang kalau pengunjung ingin memanggang ikan. Hingga saat ini, obyek wisata itu dikelola pemerintah desa. Tarif sekali masuk ke tempat itu Rp 3.000 dan Rp 5.000 untuk setiap pengunjung beroda dua dan empat.
Di lokasi parkir, pengunjung harus merogoh kocek lagi untuk sewa parkir sepeda motor Rp 2.000 dan mobil Rp 3.000. Retribusi masuk dilengkapi dengan karcis yang ditandatangani kepala desa, sementara kutipan uang parkir tanpa keterangan tertulis.!break!
Fasilitas dan aksesNamun, Pantai Labuana belum dilengkapi dengan fasilitas standar. Hanya ada dua kamar kecil. Belum ada bungalo atau semacamnya sebagai tempat wisatawan bersantai ria sambil menikmati hawa pesisir.
Dari segi akses, jalur ke tempat wisata itu perlu segera ditata. Tempat ini berjarak sekitar 5 kilometer dari jalur Trans-Sulawesi poros Palu-Tolitoli, Kabupaten Tolitoli.
Hampir separuh rute yang menyisir pantai itu masih berupa jalan tanah. Ada dua titik yang cukup membahayakan pengendara, berupa tanjakan dan turunansejauh 50 meter. Jalan agaknya sulit dilintasi kalau hujan turun.
Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Donggala M Sadjuan menyatakan, sejumlah titik di pantai barat, termasuk Pantai Labuana, sedang dipetakan untuk dikembangkan menjadi destinasi wisata. Obyek wisata nantinya dikembangkan, baik oleh desa setempat maupun pihak ketiga yang kompeten.
”Pesisir pantai barat memang berpotensi untuk pengembangan wisata. Ini ada dalam agenda kami. Kami juga akan menyiapkan masyarakat setempat agar mereka tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga pelaku utama wisata,” ujar Sadjuan.