Siamang Berisik, Maleo Terdiam

By , Jumat, 11 Maret 2016 | 19:00 WIB

Siamang (Symphalangus syndactylus) menunjukkan perilaku paling unik di antara satwa teramati di Kebun Binatang Ragunan, Jakarta Selatan, seiring gerhana matahari sebagian, Rabu (9/3). Saat satwa lain tenang, puluhan primate koleksi Ragunan itu justru aktif: menjerit dan terus bergerak di kandang.

Kondisi itu terpantau sekitar 30 menit saat cahaya Matahari meredup pukul 07:30-08.00 WIB. Gerhana matahari sebagian membuat kondisi Kebun Binatang Ragunan redup, bernuansa kekuningan.

Siamang-siamang itu diduga saling memperingatkan satu sama lain merespons kondisi yang tak biasa itu. “Pada saat-saat seperti ini, biasanya siamang-siamang itu mulai beraktivitas dengan tenang.” Kata Koordinator Humas Kebun Binatang Ragunan, Wahyudi Bambang Priantoro, Rabu.

Beda lagi dengan satwa lain yang diamati, yakni lutung dan owa yang justru kembali ke gombok (rumah-rumahan kayu) dan kembali tidur setelah sempat beraktivitas saat matahari terbit belum lama sebelumnya. Hal serupa terjadi pada singa dan macan tutul yang kembali masuk ke kandangnya untuk tidur. Adapun sejumlah jenis burung seperti pelican, elang dan kasuari, berhenti beraktivitas selama gerhana matahari.

Perilaku sejumlah satwa yang unik selama gerhana matahari itu, kata Wahyudi, yang pertama dicatat dan didokumentasikan di Kebun Binatang Ragunan. Pengamatan melibatkan tim dokter hewan, mahasiswa dan pawing satwa. “Gerhana 1983 dulu juga sempat diamati, tetapi tidak didokumentasikan,” katanya.

Pengamatan khusus juga dilakukan terhadap hewan air, seperti lumba-lumba di Ocean Dream, Ancol, Jakarta. Perilaku khusus satwa cerdas itu menarik diamati.

Empat lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncates) di tempat rekreasi it uterus bergerak aktif sejak pukul 05.40. Sesekali melompat, menyemburkan air lewat lubang pernafasan, atau sekedar membunyukan suara gemeletuk.

Akan tetapi, sejak memasuki fenomena gerhana, pukul 06.19 WIB, gerakan mamalia itu cenderung melambat. Dua lumba-lumba terdiam di dasar kolam. Saat gerhana mulai memasuki waktu puncak, pukul 07.21 WIB, saat suasana cenderung gelap, lumba-lumba kian tenang.

“Lumba-lumba menyadari ada yang berubah dengan lingkungan sekitar. Mereka menyadari hari baru masuk pagi, tetapi tiba-tiba cuaca gelap. Gaya gravitasi mungkin juga berpengaruh,” kata peneliti Biodiversitas dan Konservasi Sumber Daya Laut Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Hagi Yulia Sugeha.

Sejauh pengamatannya, lumba-lumba itu lebih banyak beristirahat dan berdiam diri di dasar kolam. Mereka sesekali muncul ke permukaan atau berenang pelan. “Ini sekaligus seperti metode mempertahankan diri karena ada sesuatu yang terjadi di luar sana,” ujarnya.

Akan tetapi, lanjut Yulia, pengamatan hewan di dalam ruang tertutup tidak akan maksimal sebab hewan tidak berada di habitat asli dengan kondisi alam yang natural. Alam tertutup, dengan segala rupa perlakukan, tetap tidak akan menampilkan habitat asli hean.

Satwa nokturnal

Dari sejumlah satwa yang diamati, satwa nokturnal atau yang aktif pada malam hari paling bereaksi terhadap perubahan intensitas cahaya yang meredup saat terjadi gerhana matahari. Setidaknya, itu pengamatan para peneliti LIPI di Cibinong Science Center, Jawa Barat. Penelitian pada satwa dari kelompok mamalia, unggas, dan reptile.