Nationalgeographic.co.id—Suatu hari, lebih dari dua ribu tahun yang lalu, seorang anak laki-laki Afrika bersama ayahnya, berjalan menaiki tangga batu yang dingin dari sebuah kuil di kota dagang Kartago pada saat menjelang fajar.
Pria itu bernama Hamilcar dari klan Barca, yang merupakan jenderal terbesar yang pernah ada untuk Punisia dan membela Kartago. Agaknya, Hamilcar akan dikorbankan kepada Roma sebagai penebusan utang kerajaan.
"Sebelum eksekusi dilakukan, Hamilcar meminta para imam dan algojo untuk mundur, sehingga dia dapat berbicara dengan putranya secara empat mata," tulis Philip Freeman.
Ia menulisnya kepada History News Network yang merupakan bagian dari The George Washington University. Artikelnya berjudul What if Hannibal Had Won?, mengisahkan tentang kisah Hannibal yang dipublikasi pada tahun 2021.
"Dia membuat putranya, bernama Hannibal, bersumpah di hadapan para dewa, untuk membenci Roma secara abadi, yang dengan senang hati disetujui oleh bocah itu," tambahnya.
Baca Juga: Penampakan Topeng Besi Kavaleri Romawi yang Dipakai 1.800 Tahun Lalu
"Tidak peduli apa yang direncanakan para dewa di tahun-tahun mendatang, dia (Hannibal) akan mendedikasikan hidupnya, jiwanya, untuk berperang melawan musuh Kartago yang paling kuat dan tak kenal lelah (Romawi)," imbuh Freeman.
Sebagai seorang komandan perang, Hannibal dianggap sebagai model jenius dalam hal strategis dan taktis dalam peperangan, bahkan strategi perangnya terus berkembang dalam akademi militer kontemporer, bahkan hingga hari ini.
Seperti Alexander Agung yang hidup sebelumnya, dan Julius Caesar yang besar setelahnya, Hannibal memahami hati manusia dan memiliki kemampuan luar biasa untuk membaca kelemahan musuh yang tak terlihat.
"Tapi Hannibal lebih dari sekedar jenderal yang hebat. Dia adalah seorang negarawan yang terlatih, seorang diplomat yang terampil, dan seorang pria yang sangat mengabdi pada keluarga dan negaranya," terusnya.
Halaman berikutnya...