Supersemar, Surat Sakti Penuh Misteri

By , Jumat, 11 Maret 2016 | 12:30 WIB

Salah satu titik berangkatnya adalah konsistensi Arsip Nasional Republik Indonesia dalam mencari dokumen asli Supersemar.

Salah satu instrumen yang bisa digunakan adalah Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan.

UU kearsipan itu berisi aturan tentang sanksi maksimal hukuman penjara selama 10 tahun bagi orang yang menyimpan arsip negara dan tidak menyerahkannya kepada Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Selain itu, Daftar Pencarian Arsip (DPA) juga disinggung.

(Baca: Supersemar, Surat Kuasa atau "Alat Kudeta"?)

Sejarawan Asvi Warman Adam berharap ANRI mendorong keluarnya peraturan pemerintah atas UU Kearsipan.

Apabila pemerintah menerbitkan peraturan pelaksana, maka ANRI akan punya wewenang lebih untuk mencari naskah asli itu.

Bisa jadi, kewenangan itu termasuk menggeledah pihak-pihak yang mungkin menyimpan naskah otentik Supersemar  tersebut.

Bila itu yang terjadi, maka ada harapan terjadi pelurusan sejarah. Bila dahulu sejarah selalu disesuaikan oleh kepentingan penguasa, kini sejarah juga memasukkan pandangan dan temuan dari banyak orang.

Adagium “Sejarah ditulis oleh para pemenang” tidak lagi jadi sesuatu yang mutlak.

Walau Soeharto tak lagi berkuasa, dan tak ada dampak langsung secara politik, pengungkapan misteri Supersemar tetap memiliki arti bagi bangsa Indonesia. Setidaknya sebagai bangsa, sejarah kita dengan gamblang bisa diceritakan.

Pengungkapan Supersemar juga menjadi peringatan bagi para penguasa agar tidak membelokkan sejarah untuk kepentingannya. Karena mereka bisa saja menuliskan sejarah menurut kemauannya, namun tidak bisa menghapuskan kebenaran.