Pengeringan gambut di sebagian besar lokasi kebun, khususnya di Jambi, sudah melewati batas 40 sentimeter di bawah lahan kebun. Pengelola kebun diminta bekerja lebih keras untuk memastikan kebakaran hutan dan lahan gambut tidak berulang.
(Baca : Mendorong Penyelesaian permasalahan Lingkungan Hidup dan Kehutanan.)
Demikian hasil penelitian Asmadi Saad, Kepala Pusat Studi Gambut Universitas Jambi, di Kabupaten Muaro Jambi dan Tanjung Jabung Timur, dua pekan terakhir. Pada lapisan gambut berkedalaman 5-7 meter di kebun sawit PT ATGA, ia menjumpai kekeringan hingga 1 meter. Kondisi serupa di kebun sawit seperti PT BEP, RKK WSI, KU, dan ESW. Hal itu melanggar Peraturan Pemerintah RI No 71/2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut yang melarang pengeringan gambut lebih dari 40 cm di bawah permukaan gambut.
"Di musim hujan saja banyak kebun sawit yang gambutnya kering, bisa diperkirakan bagaimana ancaman kebakaran saat kemarau," ujarnya, Sabtu (12/3).
Tanpa upaya pencegahan, kekeringan gambut akan lebih dalam lagi pada kemarau mendatang. Tahun lalu, kebakaran meluas pada hamparan gambut yang mengering hingga kedalaman lebih dari 2 meter. Tercatat 9 konsesi kebun sawit di Muaro Jambi dan Tanjung Jabung Timur terbakar hingga 8.000 hektar.
Gubernur Jambi Zumi Zola bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah Se-Provinsi Jambi menandatangani maklumat tentang sanksi pidana bagi pembakar lahan, hutan, dan kebun. Setiap orang, termasuk pengelola lahan perkebunan dan kehutanan, dilarang membakar dengan alasan membuka atau mengolah lahan.
Banyak aturan untuk menjerat pembakar, mulai dari KUHP, Undang-Undang tentang Kehutanan, UU tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta UU Perkebunan. Ancaman hukuman hingga 20 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar. Namun, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Hukum Lingkungan (ICEL) Henri Subagiyo mengatakan, meski banyak aturan untuk menjerat pelaku pembakaran, pencegahan lebih penting.
(Baca pula : Pengelolaan Karst, Jangan Ulangi Kesalahan di Gambut
Di areal konsesi perlu pencegahan lebih ketat sebelum daerah memasuki kemarau. Sejumlah persiapan, antara lain sistem informasi kebakaran, standar dan pengadaan peralatan pengendalian kebakaran, kemitraan dengan masyarakat, serta membuat petunjuk pemadaman.
Pembakar ditangkap
Setelah dibentuk Kamis lalu, Satgas Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Provinsi Jambi mulai mengecek titik-titik panas. Hingga Sabtu, hal itu masih dilakukan.
Hasil pengecekan lapangan atas citra satelit Terra Aqua, sepanjang Kamis-Sabtu, terpantau total 5 titik panas. Tim mendatangi titik koordinat dan mendapati pembakaran lahan di Kabupaten Batanghari. Seorang warga ditemukan membakar lahan dengan luas sekitar 1 hektar. Pelaku ditangkap. "Kami berharap ini membuka mata banyak pihak agar tidak berani lagi membakar," kata Ketua Satgas Kolonel (Inf) Makmur.
Dari Palangkaraya, Kalimantan Tengah, dilaporkan ada dua titik panas dengan level di bawah 80 persen di dua kabupaten: Murung Raya dan Barito Utara. Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalteng Nandang Prihadi mengatakan, Tim Manggala Agni terus memantau di lokasi.
"Dalam satu daerah ada 40-90 orang. Mereka juga diperkuat pasukan terlatih pengendali api," kata Nandang. Pasukan itu berasal dari masyarakat di setiap daerah operasi.
Kemarin, Balai Taman Nasional Kutai (TNK), Kalimantan Timur, menetapkan status Siaga 1 kebakaran hutan menyusul terpantaunya titik-titik panas. Kepala Balai TNK Erly Sukrismanto mengatakan, Jumat lalu terpantau dua titik panas. "Apinya kecil, di lokasi yang hanya beberapa kilometer dari tepi hutan. Api dapat dipadamkan," ujarnya.
(Baca juga : Pentingnya Produk Hukum bagi Perlindungan Hutan dan Lahan Gambut Indonesia)
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kutai Kartanegara Darmansyah mengatakan, pihaknya terus mewaspadai titik-titik panas di Cagar Alam Muara Kaman-Sedulang. Maret kali ini hujan minim turun. (ITA/IDO/PRA)