Kikis Ketimpangan Jender dalam Sains lewat Kebijakan

By , Kamis, 24 Maret 2016 | 11:00 WIB

Kebijakan yang berpihak perempuan perlu diupayakan untuk mengikis ketimpangan jender dalam sains. 

Perwujudan kesetaraan jender berguna sebab pemikiran perempuan sendiri dibutuhkan untuk memperkaya sudut pandang dalam sains, mendorong inovasi untuk mengatasi masalah perempuan, serta mencegah munculnya pandangan sains yang bias jender.

"Peneliti perempuan dibutuhkan sebab insight-nya berguna, pemikiran perempuan dan laki-laki bisa saling melengkapi," kata Sastia Prama Putri, dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Hayati Institut Teknologi Bandung (ITB).

Sastia yang juga asisten profesor di Universitas Osaka mengatakan, ketimpangan jender dalam sains saat ini masih menjadi masalah global.

"Jumlah peneliti perempuan di Indonesia masih sedikit. Baru 30 persen dari total," ungkap Sastia dalam acara bertajuk "Regenerasi Perempuan Peneliti untuk Indonesia yang Lebih Baik" yang diadakan L'oreal pada Rabu (16/3/2016).

Di negara maju sekalipun, permasalahan ketimpangan jender dalam sains belum teratasi. "Di Jepang jumlah peneliti perempuan malah lebih kecil dari Indonesia, hanya 15 persen secara umum. Dalam bidang engineering, hanya 2 persen."

Wakil Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Herawati Sudoyo, mengatakan bahwa dunia penelitian bergerak sangat cepat dan membutuhkan komitmen tinggi. 

"Ketika dihadapkan pada komitmen, perempuan sering mundur. Akhirnya jumlah peneliti perempuan menyusut secara alamiah. Sering itu terjadi karena faktor domestik," kata Herawati.

Kebijakan yang Berpihak pada Perempuan

Upaya mengatasi ketimpangan jender dalam sains bisa dilakukan dengan mewujudkan lingkungan kerja dan kebijakan yang berpihak pada perempuan.

Herawati mencontohkan, dahulu di Eijkman terdapat nursery roomyang berguna bagi peneliti perempuan untuk mengasuh dan menyusui anak.

Di lembaga riset yang memiliki masalah ketimpangan jender, hal itu bisa dilakukan sehingga perempuan tetap bisa memenuhi kewajiban domestiknya walaupun menjadi peneliti.

Selain itu, waktu kerja bagi peneliti juga harus dirancang lebih fleksibel. Ini tak hanya berguna bagi perempuan. Selama ini peneliti masih bekerja sesuai jam kantor.

Herawati menambahkan, dana penelitian khusus untuk perempuan juga bisa diberikan. Paling tidak, hal itu bisa dilakukan pada tahap awal hingga jumlah peneliti perempuan meningkat.

"Kalau mau jumlah peneliti perempuan meningkat, maka kita harus bisa memberikan fasilitas yang baik untuk menunjang. Dan itu seharusnya government yang berperan," jelasnya.

Salah satu skema pendanaan sains khusus untuk perempuan telah digagas oleh L'oreal lewat L'oreal for Women in Science. Pendaan diberikan kepada peneliti muda.

L'oreal juga menggagas L'oreal Sorority in Science yang diberikan pada mahasiswi bidang sains yang memiliki keterbatasan pendandaan serta L'oreal for Girls in Science yang berupa kompetisi bagi siswi SMA. Skema pendanaan itu bisa diupayakan oleh lebih banyak lembaga.