“Museum UGM ini bukan satu-satunya,” ujar Sektiadi. “Museum Biologi merupakan museum tertua yang dimiliki UGM.” Selain itu kampus ini memiliki sederet museum lainnya seperti Museum Kayu Wanagama yang dikelola Fakultas Kehutanan, Museum Paleontropologi yang dikelola Fakultas Kedokteran, Museum Peta dan Museum Gumuk Pasir yang dikelola Fakultas Geografi, serta Museum Mandala Majapahit yang dikelola Fakultas Ilmu Budaya.
Sejak kapan UGM berjulukan “Kampus Biru”?
Pada awal 1970-an terbit novel Cintaku di Kampus Biru karya Ashadi Siregar—yang beberapa tahun silam pensiun dari dosen FISIPOL UGM. Novel itu berkisah tentang romantika mahasiswa yang berlatar kampus UGM. Namun, tampaknya julukan “Kampus Biru” mulai banyak digunakan orang setelah film dengan judul yang sama ditayangkan di gedung-gedung bioskop pada 1976. Kebetulan, ibu saya—ketika itu masih gadis—tampil dalam beberapa adegannya. Namun, sayangnya, novel yang menjadi tengara baru kampus UGM itu justru belum masuk dalam koleksi museum.
Bagi saya, berkunjung ke Museum UGM merupakan sebuah pengembaraan memori tentang riwayat diri dan kampus ini. Saya, seperti juga almarhum ayah, pernah berguru untuk meramu ilmu di Kampus Biru.