Melongok Penjara Mewah untuk Terpidana Teroris di Arab Saudi

By , Rabu, 13 April 2016 | 15:00 WIB

Namun, plakat itu tak menyebut nama Yousef al-Sulaiman, pemuda Saudi yang dibebaskan dari tempat ini dua tahun lalu.

Pada Agustus tahun lalu, Yousef meledakkan diri di dalam sebuah masjid yang dipenuhi aparat keamanan Saudi. Akibat aksi ini sedikitnya 15 orang tewas.

Beberapa nama lain yang sudah "lulus" dari tempat ini juga diketahui kembali terlibat dengan kelompok militan, termasuk pelaku pengeboman masjid Syiah di Saudi tahun lalu.

"Di sini kami mengobati penyakit ideologi. Sama halnya saat anak-anak sakit, setelah diobati mereka sembuh, tetapi penyakit masih bisa datang," kata Ajmi saat ditanya soal kegagalan ini.!break!

Di ujung koridor yang berisi deretan sel, terdapat sebuah halaman dengan rumput sintetis. Di tempat ini para narapidana bisanongkrong, merokok, dan menghirup udara segar.

Selain itu, tersedia juga semacam pasar kecil yang menjual minuman dan makanan ringan, ruangan tempat napi bisa menelepon sambil diawasi, dan sebuah perpustakaan kecil.

Korban AmerikaSalah seorang narapidana, Abdullah Mohammed (29), mengatakan, dia sedang belajar hukum syariah di sebuah universitas negeri di Riyadh pada 2014.

Namun, berbagai tayangan kekerasan yang terjadi di Suriah membuatnya memilih untuk pergi ke negeri itu dan bergabung dengan Front al-Nusra yang terafiliasi dengan Al-Qaeda.

"Saya melihat banyak orang kehilangan tempat tinggal dan menjadi pengungsi. Saya ingin membantu mereka," kata Abdullah.

"Lalu, pergi ke Suriah dan menyaksikan kekacauan, orang-orang saling bunuh dan kami tidak tahu siapa kawan siapa lawan," tambah Abdullah.

Kondisi itu memaksa Abdullah kabur ke Turki. Kedutaan Besar Saudi di negeri itu membantunya pulang kampung.

Saat itu, Pemerintah Saudi memberikan pengampunan bagi warganya yang ikut berperang di Suriah sehingga Abdullah tak langsung masuk penjara.

Namun, setelah itu, Abdullah terlibat dalam bisnis ilegal lainnya yang membuatnya harus mendekam di balik terali besi.

"Saya menghubungi beberapa orang," ujar Abdullah tanpa memberi rincianAbdullah mengatakan, kesulitannya saat ini bukan karena keputusannya yang salah atau pola pikir yang keliru.

Dia menganggap pemerintah dan media massa Amerika Serikat yang membuat hidupnya penuh kesulitan. "Saya adalah korban dari pemerintah dan media Amerika Serikat," kata dia.