Berkolaborasi Mengurangi Dampak Abrasi di Pesisir Semarang

By Utomo Priyambodo, Sabtu, 18 Desember 2021 | 14:00 WIB
Ketidakpedulian masyarakat terhadap mangrove patut disayangkan. Sebab mangrove memiliki banyak manfaat dalam menjaga ekosistem pantai, terutama di negara kepulauan seperti Indonesia. (Thinkstockphoto)

Kawasan mangrove yang lestari berpotensi untuk menjadi daya tarik pariwisata. Banyak hutan mangrove di Indonesia yang sudah menjadi tempat wisata. Misalnya di Surabaya, Jakarta, dan bahkan juga di luar pulau Jawa seperti Bali. Jadi, wilayah pesisir tidak hanya bisa menjadi tempat wisata pantai, tapi juga tempat wisata mangrove.

Keberadaan pohon-pohon mangrove yang bisa membentuk hutan mangrove ini perlu dijaga antara lain dengan menjaga kebersihannya dari sampah dan polutan lainnya. Sampah yang ada di pesisir bisa dikumpulkan dan kemudian dipilah untuk kemudian dijual. Jenis sampah terkumpul yang bisa didaur ulang ini bisa dijual antara lain melalui aplikasi Rapel ID yang dibuat Rapel Indonesia sehingga bisa menghasilkan cuan alias manfaat ekonomi.

Adapun terkait potensi wisata di pesisir utara Semarang ini, Fauzan Mawardi dari Bersukaria menyebutkan bahwa abrasi di wilayah ini telah membuat khawatir banyak pihak, termasuk para pegiat wisata. Padahal, pesisir utara Semarang memiliki potensi wisata yang besar.

"Harapannya bakau-bakau ini kelak menjadi perisai yang menepis abrasi. Edukasi pemilahan sampah membuat warga memiliki alternatif untuk memanfaatkan sampah plastik yang rutin datang tak diundang ke lingkungannya bersama hempasan air pasang laut," ujar Fauzan yang terlibat dalam kegiatan di Kampung Relokasi Nelayan Tambakrejo ini.

Ketua KUB Armada Laut, Ahmad Marzuki, menyambut baik adanya kolaborasi berbagai pihak yang hadir langsung dan berupaya membuka pemahaman warga atas adanya potensi ekonomi dari pelestarian lingkungan, yakni ekonomi wisata dan pemilahan sampah.

"Semoga dengan kolaborasi dari banyak pihak ini, warga menjadi yakin dan mau mulai sedikit demi sedikit untuk lebih menjaga lingkungannya. Karena keluarga dan anak kami sendiri yang hidup di lingkungan ini. Apalagi adanya manfaat secara ekonomi bisa lebih memotivasi warga," katanya.

Baca Juga: Tidak Cukup Menanam, Perlu Keragaman Hayati Supaya Mangrove Lestari

Pegiat pelestari lingkungan dari beberapa komunitas bersiap-siap untuk menanam bibit mangrove di Kampung Nelayan Tambakrejo, Tanjungmas, Semarang Utara. Penanaman bibit ini merupakan salah satu upaya pencegahan abrasi dan menjaga ekosistem pesisir. (Khalid Mawardi)

Mangrove muda. Pohon-pohon mangrove bisa membentuk hutan mangrove, namun perlu dijaga antara lain dengan menjaga kebersihannya dari sampah dan polutan lainnya. (Agoes Rudianto)

Plt. Direktur Utama Pelindo Marines, Kartiko Adi, mengatakan senang atas semangat warga setempat dalam mengikuti kegiatan ini. "Kami senang sekali ibu-ibu di Kampung Relokasi Nelayan Tambakrejo Semarang ini antusias mengikuti (sesi edukasi). Semoga kelak pelestarian lingkungan dan pengelolaan sampah yang memberikan manfaat ekonomi bisa menjadi kolaborasi yang berkelanjutan bagi warga," tuturnya.

Didi Kaspi Kasim, Editor In Chief National Geographic Indonesia yang turut hadir dalam acara, menambahkan bahwa perubahan iklim dan pandemi membuat persoalan generasi kini semakin unik dan pelik. "Namun saya yakin, kemampuan adaptif kitalah yang akan membawa kita keluar dari kesulitan," ucapnya.

"Inovasi dan kolaborasi sangat dibutuhkan umat manusia kini. Kolaborasi Pelindo Marines, Bersukaria, Rapel ID, tentunya kelompok nelayan dan warga, serta bersama media merupakan satu upaya bersama untuk mengakselerasi terjadinya sudut pandang baru dan solusi-solusi masa depan," tegasnya.

Didi Kaspi Kasim, Editor in Chief National Geographic Indonesia, meniti bambu-bambu usai menanam bibit mangrove. Menurutnya, penanaman ini bukan sekadar menanam pohon, melainkan, menanam untuk masa depan. (Khalid Mawardi)

Baca Juga: Hutan Mangrove Jadi Sorotan Saat Jokowi Mengunjungi Tahura Ngurah Rai