Faktor keempat adalah fatamorgana. Kombinasi padang barometrik bertekanan tinggi dan kumpulan gunung-gunung es pada area datar yang luas menjadikan lapisan udara di dekat permukaan laut lebih dingin dibanding lapisan udara diatasnya. Fenomena ini disebut inversi suhu.
Dalam kondisi normal suhu udara di dekat permukaan laut lebih tinggi dibanding lapisan-lapisan diatasnya. Inversi suhu menyebabkan berkas cahaya dari jauh dibiaskan demikian rupa sehingga terpantulkan saat berada di lapisan inversi dan menghasilkan bayangan semu dari obyek yang memancarkan cahaya tersebut.
Fatamorgana menyebabkan horizon tak teramati dan demikian pula eksistensi obyek-obyek di horizon. Tanpa diketahui oleh kapten Smith saat itu, kawasan yang berdekatan dengan lingkar kutub lebih kerap mengalami fatamorgana dibandingkan kawasan subtropik maupun tropik. Dan fatamorgana di kawasan dekat lingkar kutub selalu terjadi pada saat udara dingin.
Faktor-faktor inilah, beserta sejumlah faktor non astronomis dan meteorologis lainnya, yang menuntun RMS Titanic berhadapan dengan takdir sejarah. Tatkala kapal-kapal lainnya yang sealur sibuk melaporkan keberadaan gunung-gunung es dan melintas perlahan-lahan (misalnya kapal Caronia, Athinai, Amerika, Mesaba) dan bahkan harus terhenti (seperti kapal California) karena berhadapan langsung dengan gunung es besar, RMS Titanic tetap ngebut dengan kecepatan tinggi. Maka New York tak dapat dicapai, malangpun tak bisa ditolak.
Tanpa disadari siapapun yang berada di dalam RMS Titanic, sebuah gunung es besar dengan tinggi sekitar 30 meter telah menghadang. Dengan 87 % tubuhnya terbenam di bawah air laut, gunung es ini menyembunyikan ukurannya yang raksasa, yang jauh lebih besar dibanding RMS Titanic.
Dalam kondisi pencahayaan mencukupi, dengan resolusi mata manusia sebesar 1-2 menit busur, gunung es tersebut seharusnya sudah terdeteksi pada jarak 25 hingga 50 km. Namun takdir menentukan petugas pengintai Frederick Fleet baru melihatnya pada 14 April 1912 pukul 23:39 GMT, dalam jarak hanya 280 meter. Meski jurumudi RMS Titanic membanting ketir ke kiri sekuatnya sementara juru mesin mencoba membalik arah putaran mesin uapnya dengan harapan kecepatan bisa direm, RMS Titanic tetap bersinggungan dengan gunung es dalam 28 detik kemudian. Dan tragedi pun dimulai.