Hubungan Sel Imun dengan Resistensi Imunoterapi Kanker Kolorektal

By Maria Gabrielle, Selasa, 21 Desember 2021 | 14:00 WIB
Ilustrasi kanker kolon. (Sarah Field Sonnenberg)

Nationalgeographic.co.id—Studi baru yang dipimpin oleh para peneliti di Weill Cornell Medicine dan NewYork-Presbyterian membuka pintu strategi baru untuk mengobati kanker kolorektal. Jenis kanker ini adalah penyakit di mana sel-sel di kolon atau rektum tumbuh di luar kendali. Kolon sendiri merupakan bagian terpanjang di usus besar, sedangkan rektum adalah bagian penyambung kolon dengan anus.

Dilansir dari SciTechDaily, dalam studi baru ini diketahui bahwa subset sel kekebalan yang disebut sel limfoid bawaan atau ILC3s melindungi tubuh terhadap kanker kolorektal. Caranya dengan membantu sistem kekebalan dan mikroba usus. Temuan para peneliti menunjukkan bahwa ILC3 cenderung berkurang secara drastis dan berubah secara fungsional pada individu dengan kanker kolorektal.

Studi ini telah dipublikasikan pada laman Cell dengan judul Dysregulation of ILC3s unleashes progression and immnunotherapy resistance in colon cancer. Diketahui kanker kolorektal adalah jenis kanker paling umum keempat di Amerika Serikat. Setiap tahun ada sekitar 150.000 kasus baru dan sekitar 50.000 kematian.

Deteksi dini kanker dengan skrining kolonoskopi sangat efektif, namun perawatan untuk tumor kolorektal lanjut tetap menjadi tantangan utama dengan pilihan terapi yang terbatas. Ahli onkologi sangat prihatin dengan resistensi relatif tumor terhadap imunoterapi, perawatan yang bekerja dengan baik melawan beberapa jenis kanker dengan meningkatkan kemampuan sistem kekebalan untuk menyerang sel-sel ganas.

“Temuan ini menunjukkan kemungkinan baru untuk pendekatan klinis terhadap kanker kolorektal dan juga membantu menjelaskan mengapa jenis kanker ini sering gagal merespons imunoterapi,” ujar Dr. Gregory Sonnenberg, salah satu peneliti yang terlibat dalam studi kepada SciTechDaily.

Adapun salah satu faktor yang mempengaruhi resistensi terhadap imunoterapi mungkin adalah mikrobioma usus, populasi bakteri dan spesies mikroba lain yang berada di usus dan biasanya membantu pencernaan, mendukung berbagai fungsi metabolism dan berperan mengatus sistem kekebalan. Kanker kolorektal dikaitkan dengan peradangan usus kronis dan gangguan besar mikrobioma normal.

Penelitian terbaru juga menunjukkan bahwa mikrobioma pasien memainkan peran kunci dalam mengendalikan hasil imunoterapi kanker dan dapat menjelaskan mengapa beberapa pasien kanker merespons pengobatan dengan baik atau tidak. Dalam studi ini para ahli meneliti peran ILC3 yang berada di usus dan diketahui membantu memediasi hubungan antara sistem kekebalan tubuh dan mikroba usus.

Sel limfoid bawaan grup 3 biasanya memainkan peran kunci dalam menjaga interaksi antara mikrobioma dan lingkungan imun di usus bagian bawah. Tim menganalisis tumor kolorektal dan polip pra-kanker dari manusia dan tikur. Mereka menemukan ILC3 dari jaringan kanker relative terkuras dibandingkan dengan jaringan sehat dan secara mendasar diubah fungsinya.

“Ini adalah temuan menarik yang dapat memiliki implikasi luas untuk pemahaman kita tentang jalur yang mengontrol patogenesis, perkembangan, dan respons terapeutik dari keganasan gastrointestinal,” kata Dr. Shah, kepala Layanan Onkologi Tumor Padat yang juga terlibat dalam studi.

Di antara hilangnya aktivitas ILC3 normal di usus, peneliti mengamati bahwa kemampuan ILC3 untuk mengatur subset sel imun spesifik yang disebut sel T terganggu secara signifikan. Gangguan interaksi antara ILC3 dan sel T ini menyebabkan peningkatan peradagangan di usus yang kemudian memodifikasi mikrobioma usus. Perubahan mikroba usus ini pada gilirannya menyebabkan penurunan kadar sel T yang bagus dalam melawan tumor. Hasil kolektif tersebut memiliki konsekuensi besar pada perkembangan tumor.

Dalam penelitiannya, pada tikus dengan kanker usus besar yang memblokir sinyal ILC3 sehingga menyebabkan pertumbuhan tumor invasiv yang tidak normal dan agresif. Ketika tumor usus besar ditanamkan pada tikus tersebut, tumor tidak responsive terhadap imunoterapi. Sedangkan jenis tumor yang sama ditanamkan pada tikus dengan pensinyalan ILC3 normal merespons terapi dengan baik.

Baca Juga: Kerangka Ungkap Penderita Kanker Umum Terjadi di Abad Pertengahan

Akhirnya, pada jaringan kolorektal yang dibiopsi dari pasien dengan penyakit radang usus, para peneliti menemukan kelaian terkait ILC3 yang serupa dengan pasien kanker kolorektal. Dr. Goc, peneliti lainnya dalam studi mengatakan bahwa memahami dengan lebih baik kontribusi mikrobioma terhadap perkembangan kanker dan respons pengobatan dapat merevolusi strategi manajemen pasien. Kini, para peneliti tengan bekerja untuk mengidentifikasi spesies bakteri usus yang paling bermanfaat dalam hal ini.

“Studi ini menyoroti mekanisme resistensi terapi yang didorong oleh disregulasi mikrobioma yang selama ini tidak diperhatikan. Ini menunjukkan, misalnya, suatu hari kita dapat mengambil sampel mikrobiota usus untuk memprediksi perkembangan tumor dan respons terhadap imunoterapi dan bahkan menggunakan mikrobiota yang sehat untuk meningkatkan responsivitas pengobatan,” pungkasnya.

Baca Juga: Penggunaan Tinta Tato dan Pewarna Makanan untuk Mendeteksi Kanker