Di Bawah Rindangnya Pohon Sukun, Buah Pemikiran Pancasila Itu Lahir

By National Geographic Indonesia, Rabu, 1 Juni 2016 | 10:30 WIB
Soekarno, Presiden Republik Indonesia pertama, tengah berpidato dengan berapi-api yang membius lauta (Mahandis Yoanata Thamrin)

Baca juga: Pramoedya Ananta Toer, Sang Genius nan Kontroversial Asal Blora

Tak banyak yang bisa dilakukan Bung Karno di tempat pengasingan yang begitu jauh dari Ibu Kota itu.

Sehari-hari, Soekarno memilih berkebun dan membaca. Untuk membunuh kebosanannya dengan aktivitas yang monoton itu, jiwa seni Bung Karno kembali tumbuh.

Dia mulai melukis hingga menulis naskah drama pementasan.

Di sela kegiatan seninya, Sukarno berkirim surat dengan tokoh Islam di Bandung bernama T. A. Hassan dan berdiskusi cukup sering dengan pastor Pater Huijtink.

Dari sinilah Sukarno menjadi lebih relijius dan memaknai keberagaman secara lebih dalam.

Sebuah tempat favoritnya untuk berkontemplasi adalah di bawah pohon sukun yang menghadap langsung ke Pantai Ende.

Refleksi seorang pengunjung yang melintas di pelataran Monumen Juang Pancasila, Bandung. Dalam perin (Reynold Sumayku)

Pohon sukun itu berjarak 700 meter dari kediaman Sukarno. Biasanya, Soekarno pergi sendiri ke tempat itu pada Jumat malam.

Di tempat itulah, Sukarno mengaku buah pemikiran Pancasila tercetus.

Ia memiliki cerita sendiri soal itu. Berikut yang dikisahkan Sukarno:

"Suatu kekuatan gaib menyeretku ke tempat itu hari demi hari... Di sana, dengan pemandangan laut lepas tiada yang menghalangi, dengan langit biru yang tak ada batasnya dan mega putih yang menggelembung.., di sanalah aku duduk termenung berjam-jam. Aku memandangi samudera bergolak dengan hempasan gelombangnya yang besar memukuli pantai dengan pukulan berirama. Dan kupikir-pikir bagaimana laut bisa bergerak tak henti-hentinya. Pasang surut, namun ia tetap menggelora secara abadi. Keadaan ini sama dengan revolusi kami, kupikir. Revolusi kami tidak mempunyai titik batasnya. Revolusi kami, seperti juga samudra luas, adalah hasil ciptaan Tuhan, satu-satunya Maha Penyebab dan Maha Pencipta. Dan aku tahu di waktu itu bahwa semua ciptaan dari Yang Maha Esa, termasuk diriku sendiri dan tanah airku, berada di bawah aturan hukum dari Yang Maha Ada."

Baca juga: Para Peneliti Ungkap Bahaya Mimpi Buruk Bagi Kesehatan Kita

Ketika menjadi Presiden pertama Indonesia, Bung Karno kembali mengunjungi Ende pada tahun 1950.

Bung Karno tidak lupa pada pohon sukun favoritnya itu. Di sanalah Bung Karno bercerita proses pencetusan Pancasila yang kini ditetapkan sebagai dasar negara.

Sejak tahun 1980-an, pohon sukun itu kemudian dikenal menjadi Pohon Pancasila. Namun, pohon aslinya sudah mati pada tahun 1970-an.

Pemerintah setempat menggantinya dengan anakan pohon yang sama di lokasi yang sama.