Arca Megalitik Pasemah Ungkap Kehidupan Berdampingan Manusia dan Gajah

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Jumat, 24 Desember 2021 | 09:00 WIB
Arca di Situs Gunung Megang menampilkan seseorang yang menunggangi gajah sambil memegang belalainya. Ini menandakan bahwa masyarakat Pasemah, Sumatera Selatan pada masa megalitik sudah mengerti bagaimana bisa hidup bersama gajah. (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi)

 

Nationalgeographic.co.id—Banyak laporan pada masa kini yang mengisahkan bentrokan antara manusia dengan gajah di Bumi Sumatra. Pemberitaan membingkainya sebagai serangan, sementara pegiat lingkungan lebih berpendapat bahwa gajah hanya membela diri atas habitatnya yang makin sempit atas ulah manusia.

Padahal, gajah dan manusia sama-sama tinggal di Sumatra ribuan tahun lamanya. Melihat fenomena yang kerap terjadi, kita harus berpikir kembali, bagaimana sejatinya hubungan manusia dengan gajah di masa kebudayaan awal di Sumatra.

Rr Triwurjani, peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dalam makalah Kearifan Lokal Masyarakat Megalitik Pasemah, Sumatra Selatan: Quo Vadis, menemukan keharmonisan antara manusia dan gajah Sumatra.

Tulisan itu adalah bagian dari kumpulan makalah dalam buku Meretas Kearifan Lokal di dalam Kancah Modernisasi, yang baru diterbitkan pada 2021 oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. 

Hal itu tertuang bagaimana masyarakat Pasemah pada abad ketiga masehi, membingkai hubungan mereka dengan satwa besar ini lewat arca.

"Bentuk-bentuk arca tersebut, tentu saja tidak lepas dari latar belakang budaya yang berkembang pada waktu itu di mana ketergantungan manusia terhadap alam masih sangat tinggi," urai Rr. Triwurjani. 

"Apalagi pada lingkungan alam yang masih banyak hutan lebat dan banyak gunung dan bukit terjal, sehingga kemampuan teknologi hidup di alam bebas untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya menjadi hal yang pokok."