Bali kembali mencatatkan namanya dalam daftar UNESCO World Heritage. Pada 2012, lanskap kulturalnya sudah lebih dahulu ditetapkan sebagai warisan dunia. Tiga tahun kemudian, pada akhir 2015, UNESCO kembali mengakui keberadaan warisan sederet tarian Bali.
Tak tanggung-tanggung, ada sembilan ragam tarian yang dimasukkan UNESCO dalam kotegori Warisan Tak Benda. Three Genres of Traditional Dance in Bali on the Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity, demikian judul maklumat UNESCO yang disampaikan dalam sidang internasional di Windhoek, Namibia. Pengakuan ini menjadi catatan sejarah istimewa bagi Indonesia, dan Bali khususnya.
Dewa Gde Sanjaya, lelaki berusia 13 tahun, memeragakan salah satu sikap tubuh dalam Tari Baris yang termasuk tarian sakral atau Wali. Tarian ini bersifat sakral dan suci, dibawakan dalam rangkaian upacara agama dan hanya boleh dalam lingkungan pura atau mandala utama. (Valentino Luis)
Sembilan tarian ini mewakili tiga genre tarian Bali; Wali, Bebali, dan Balih-Balihan. Masing-masing kabupaten dan kotamadya di Bali memasukkan satu tarian, sehingga jumlah keseluruhan menjadi sembilan.
(Simak juga suasana pembukaan Pesta Kebudayaaan Bali 2016 dalam Gempita Budaya di Tanah Para Dewa )
Wali, tarian yang bersifat sakral dan suci, dibawakan dalam rangkaian upacara agama dan hanya boleh dalam lingkungan pura atau mandala utama. Tarian itu meliputi: Tari Rejang (wakil dari Kabupaten Klungkung), Sanghyang Dedari (wakil dari Kabupaten Karangasem), Baris Upacara (wakil dari Kabupaten Bangli).
Bebali, tarian semi sakral, yang ditampilkan untuk upacara agama maupun acara-acara penting yang masih bersifat formal, biasanya memiliki skenario yang sangat alot. Tarian itu meliputi: Topeng Sidakarya (wakil dari Kabupaten Tabanan), Dramatari Gumbuh (wakil dari Kabupaten Gianyar), Sendratari Wayang Wong (wakil dari Kabupaten Buleleng).
Balih-Balihan, tarian yang dipertontonkan untuk menghibur khalayak ramai, dengan sejumlah mimik maupun gerak lucu serta bisa diimprovisasi, dan berkembang cukup signifikan pada abad ke-19. Tarian Balih-Balihan ini meliputi: Legong Kraton (wakil dari Kotamadya Denpasar), Joged Bumbung (wakil dari Kabupaten Jembrana), Barong Ket Kuntisraya (wakil dari Kabupaten Badung).
Legong Kraton - meskipun untuk hiburan namun tari klasik ini memiliki perbendaharaan gerak yang amat kompleks dan terikat oleh struktur tabuhan pengiring musiknya. (Valentino Luis)
Sebenarnya jumlah tarian Bali, baik tradisional atau kontemporer, sudah melampaui seratus macam tarian. Namun kebijakan-kebijakan menyangkut sejarah, tampilan, dan tujuan tarian menjadi bahan pertimbangan khusus, juga mengikuti prasyarat pengajuan serta prosedur UNESCO. Penelitian dan kajian-kajian dilakukan cukup lama, dengan melibatkan banyak pihak sebelum sembilan tarian ini diajukan.
Tarian Bali sebetulnya telah diajukan ke UNESCO pada 2011, bersamaan dengan pengajuan Noken (Papua) dan Taman Mini Indonesia Indah (Jakarta). Namun pada tahun yang sama UNESCO mengeluarkan peraturan baru bahwa tiap negara hanya boleh mengajukan satu benda/non benda dalam satu tahun, sehingga waktu itu diputuskan hanya memasukkan Noken (Papua).
Barong, akesori wajib tari Barong Ket, sosoknya gampang dijumpai di mana-mana. Terlihat menyeramkan, namun umat Hindu meyakini bahwa Barong merupakan penjelmaan Bhatara Iswara. (Valentino Luis)
Tarian Bali baru mendapatkan kesempatan pengajuan pada 2014, dan akhirnya mendapat persetujuan UNESCO pada akhir 2015 lalu. Adapun kesembilan tarian ini merupakan tarian yang menyebar ke semua wilayah Bali. Jadi, meskipun, misalnya disebutkan bahwa tari Baris Upacara mewakili Kabupaten Bangli, namun praktek tarian ini juga dijumpai di kabupaten-kabupaten lainnya. Ini lantaran tarian-tarian tersebut telah menjadi bagian dalam ritus agama maupun adat Bali sejak berabad-abad silam.
Tari telah menjadi kehidupan orang-orang Bali. Tiduran di lantai atau duduk bersandar pada tiang sembari menanti waktu pementasan adalah hal yang lazim bagi mereka. (Valentino Luis)
Sebagaimana yang berlaku dalam masyarakat Bali, aplikasi seni, termasuk tarian, adalah refleksi dari kehidupan, nilai-nilai ajaran agama, dan ungkapan emosi manusia. Dengan gerak yang dinamis, berbagai ekspresi tangan, kaki, wajah, mata, orang Bali mengutarakan rasa sedih, marah, bahagia, kegundahan, juga romantika. Sembilan tarian ini adalah Nawasari Bali, sembilan sari Pulau Dewata. Kini dunia mengakuinya.