Nationalgeographic.co.id—Kisah bersejarah ini dimulai dengan beberapa orang menari di luar rumahnya di musim panas. Lengan terayun-ayun, tubuh bergoyang dan pakaian basah kuyup oleh keringat, mereka menari sepanjang malam hingga keesokan harinya.
Mereka terus menari tiada berhenti untuk makan atau minum, dan tampaknya mereka tidak menyadari kelelahan hebat dan rasa sakit pada kaki yang memar, mereka masih melakukannya selama berhari-hari.
Menjadi sebuah epidemi, mereka seolah tidak menyadari apa yang tengah dialami, terus menari hingga kelelahan hebat, bahkan hingga tewas. Kejadian ini terjadi di kota Strasbourg, Prancis, pada tahun 1518.
Menurut sebuah catatan yang ditulis pada tahun 1530-an oleh dokter Paracelsus, "wabah menari di Strasbourg" dimulai pada pertengahan Juli 1518, ketika seorang wanita bernama Frau Troffea melangkah keluar rumahnya dan menari selama beberapa hari tanpa henti.
"Beberapa hari kemudian, beberapa orang mengikuti wanita itu untuk ikut menari tanpa henti," tulis John Waller kepada The Guardian dalam artikel berjudul "Keep on moving: the bizarre dance epidemic of summer 1518", terbit pada 5 Juli 2018.
Banyak yang tewas karena kepayahan hingga menyebabkan kekacauan di Starsbourg. Para anggota dewan kota berkonsultasi dengan dokter setempat. Para medis setempat menyatakan tarian itu sebagai hasil dari "darah yang terlalu panas" di otak.
Sebuah puisi di arsip kota menjelaskan apa yang terjadi selanjutnya: "Dalam kegilaan mereka, orang-orang terus menari sampai mereka jatuh pingsan dan banyak yang meninggal."
Namun, prediksi dokter tidak sepenuhnya benar. Mereka diperkirakan keracunan makanan yang terkontaminasi dengan spesies jamur yang tumbuh pada gandum hitam basah. Jamur itu menghasilkan bahan kimia yang berhubungan dengan LSD dan halusinasi tinggi.
Ada juga sumber klasik yang mengatakan bahwa tarian itu muncul akibat sebuah kutukan tradisi yang dipercaya orang-orang Starsbourg. "Orang-orang Strasbourg adalah korban penyakit psikogenik massal, yang dulu disebut histeria massal,” imbuh Waller.
Baca Juga: Revolusi Prancis Jadi Titik Awal 'Efek Domino' Perubahan di Eropa
Baca Juga: Ketakutan Membabi Buta pada Penyihir Bunuh Ribuan Orang Tak Bersalah
Baca Juga: Konsekuensi Mengerikan dari Bunuh Diri di Abad Pertengahan Eropa
Source | : | The Guardian |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR